Sejak diberlakukannya Perpres Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional yang dilanjutkan dengan Perpres nomor 35 tahun 2010 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 26 tahun 2009 dan dilanjutkan kembali dengan Perpres Nomor 27 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 26 tahun 2009, maka arah kebijakan kependudukan secara nasional tentang Kartu Tanda Penduduk diarahkan menjadi KTP berbasis NIK, yang selanjutnya disebut KTP Elektronik.
Pemberlakuan Perpres Nomor 112 Tahun 2013 tentang Perubahan Ke-empat atas Perpres Nomor 26 tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional semakin menegaskan hal tersebut. KTP elektronik atau KTP-el (dulu disebut e-KTP) adalah KTP yang memiliki spesifikasi dan format KTP Nasional dengan sistem pengamanan khusus yang berlaku sebagai identitas resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana.
Proyek KTP-el dilatarbelakangi oleh sistem pembuatan KTP konvensional di Indonesia yang memungkinkan seseorang dapat memiliki lebih dari satu KTP. Hal ini disebabkan belum adanya basis data terpadu yang menghimpun data penduduk dari seluruh Indonesia. Fakta tersebut memberi peluang penduduk yang ingin berbuat curang terhadap negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya digunakan untuk hal-hal berikut:
1. Menghindari pajak
2. Memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat dibuat di seluruh kota
3. Mengamankan korupsi
4. Menyembunyikan identitas (misalnya oleh para teroris)
Kartu identitas elektronik telah banyak digunakan di negara-negara di Eropa antara lain Austria, Belgia, Estonia, Italia, Finlandia, Serbia, Spanyol, dan Swedia. Di Timur Tengah yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir dan Maroko, dan di Asia yaitu India dan China. Penyimpanan data di dalam chip KTP-el sesuai dengan standar internasional NISTIR 7123 dan Machine Readable Travel Documents ICAO 9303 serta EU Passport Specification 2006.