Pencatatan Perkawinan Berdampak Terhadap Hak Sipil Warga Negara

  • BY YOPIE
  • ON 31 JULI 2018
  • 1468 DIBACA
  • BERITA
https://disdukcapil.pontianak.go.id/public/uploads/images/posts/mPosts_3610026824_Pencatatan_Perkawinan.png

Jakarta. Cita-cita umat manusia untuk menikmati kebebasan sipil dan politik serta kebebasan dari rasa takut dan kemiskinan hanya dapat tercapai apabila telah tercipta kondisi bagi setiap orang untuk dapat menikmati hak-hak sipil dan politiknya maupun hak-hak ekonomi, sosial dan budayanya. Demikian dinyatakan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik).

Sinyalemen ini menurut Sekretaris Ditjen Dukcapil I Gede Suratha mengingatkan kepada para pelaksana dan pejabat pelayanan Administrasi Kependudukan (Adminduk) untuk tidak mengabaikan pemenuhan hak-hak sipil dan politik warna negara melalui penerbitan dokumen kependudukan, utamanya pencatatan perkawinan. “Ketidaktertiban di dalam pencatatan perkawinan akan berdampak pada tidak mudah dipernuhinya hak-hak sipil dan hak-hak politik sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005”, jelas I Gede Suratha saat menyampaikan arahan mewakili Dirjen Dukcapil pada penutupan Sosialisasi Pelayanan Terpadu Pencatatan Pengesahan Perkawinan Angkatan kedua di Park Hotel, Jakarta, Kamis (26/07/2018). 

Jika ingin merubah kondisi negara menjadi lebih baik melalui pembangunan, lanjut I Gede Suratha, maka setiap insan yang melaksanakan tugas di bidang Adminduk harus mengerti setiap amanat Undang-Undang yang memayungi tugasnya. “Banyak undang-undang yang mendasarinya dan yang bisa menjerat apabila tidak dilaksanakan dengan baik seperti undang-undang tentang hak sipil dan pilitik yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005. Jadi hak-hak untuk kawin, hak-hak untuk menggunakan hak suaranya serta hak dipilih dan memilih dalam Pemilu, keamanan dan sebagainya”, lanjutnya. 

Selain undang-undang tentang hak sipil dan politik, undang-undang lain seperti Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Kewarganegaraan, Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, dan Undang-Undang Adminduk juga perlu dipahami sebagai dasar dalam pelaksanaan tugas. Bagai dua sisi mata pisau, semua undang-undang tersebut menurut Sekretaris Ditjen Dukcapil bisa memayungi dan bisa juga menjerat dalam pelaksanaan tugas di bidang Adminduk. 

“Semua undang-undang ini yang akan memayungi atau menjerat kita apabila kita tidak memahaminya dengan baik di dalam menjalankan tugas di bidang Adminduk”, pungkasnya. Terkait Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, I Gede Suratha mengingatkan kepada peserta sosialisasi yang merupakan para pejabat pencatatan sipil Dinas Dukcapil daerah agar melaksanakan tugasnya untuk memenuhi hak anak mendapatkan Akta Kelahiran. 

“Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak yang mengamanatkan setiap anak yang lahir harus diberikan Akta Kelahiran, dan pada Akta Kelahiran tersebut harus dibubuhkan NIK”, jelasnya. Semua aturan yang ada menurut I Gede Suratha harus bisa pahami dan jalankan dengan baik. Selain sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap tugas, juga menjadi landasan hukum bagi Dinas Dukcapil di daerah untuk mendapatkan anggaran agar dapat melaksanakan tugas-tugas pelayanan di bidang Adminduk. (yip : sumber : Ditjen Dukcapil Kemendagri)

Tags Terkait

Disdukcapil Provinsi Kalimantan Barat Wonderful Borneo Kalbar Kota Pontianak