Jakarta. Soal pemanfaatan data kependudukan yang dikelola Ditjen Dukcapil Kemendagri, Dirjen Dukcapil Prof. Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan sejumlah pergulatan pemikiran di baliknya. Kelompok mazhab pertama menganut paham 'Privacy Absolut'. Artinya data jangan diberikan kepada lembaga manapun termasuk hak akses. Data hanya disimpan saja oleh pemerintah dan tidak diberikan kepada lembaga manapun termasuk hak akses.
Kelompok mazhab kedua, pandangannya lebih ke titik tengah. Mereka mengatakan data boleh digunakan tetapi untuk verifikasi: Yes or No. Valid tidak valid, atau akurat tidak akurat data kependudukan seseorang ketika digunakan bertransaksi.
Sedang kelompok mazhab ketiga, berpikiran Untuk apa data dikumpulkan kalau tidak dimanfaatkan untuk menuju single identity number.
Inilah perdebatan di pemanfaatan data kependudukan. "Banyak sekali yang mengkritik saya, 'Pak Zudan jangan berikan data'. Saya nggak memberi data langsung, tapi memberikan hak akses data," tukasnya. Secara rinci Zudan menjelaskan perbedaan antara memberi data dan memberi hak akses.
"Memberi data itu begini, saya memberikan misalnya 100 ribu elemen data kependudukan, saya tidak bisa mengontrol data itu digunakan untuk apa saja. Tapi kalau saya berikan hak akses, maka data itu diakses satu per satu. Aksesnya bisa dengan data biometrik yaitu bisa dengan data sidik jari, akses data iris mata, atau data face recognition, bisa juga dengan akses data NIK," urainya.
Misalnya, ketik nama Ahmad Faozi dengan NIK sekian-sekian-sekian. Ketika dicek NIK-nya benar ada di database. Persis datanya, karena datanya benar. Tapi 'who you are'-nya, 'Benarkah dia yang mengajukan TTD'?. "Jangan-jangan yang minta itu saya dengan mengatasnamakan si Ahmad Faozi ini. Sehingga Ahmad Faozi ini bisa bertransaksi apa pun atas kehendak saya. Bayangkan betapa bahayanya kalau dikatakan bahwa yang punya data kependudukan itu hanya Dukcapil. Tidak seperti itu, Google itu menyimpan data kependudukan dari mana-mana," katanya menegaskan.
Itu sebabnya Zudan menyatakan mendukung penuh upaya Digisign memverifikasi secara akurat 'who you are'. "Ini penting sekali. Nanti menyusul setelahnya verifikasi 'what you have' dan ikutannya," katanya. Hal ini disampaikan oleh Zudan pada saat memberikan uraian soal pemanfaatan data kependudukan sekaligus penandatanganan kerja sama memanfaatan NIK dan KTP elektronik (KTP-el) antara Ditjen Dukcapil dengan PT Solusi Net Internusa, perusahaan penyedia jasa digital signature (Digisign), di Jakarta, Senin (26/8).
Zudan kemudian mengajak masyarakat agar memahami ekosistem data kependudukan. Menurut dia, institusi paling kaya data itu adalah Google. Sangat kaya data, lantaran semua data ada di Google. Jadi, kata dia mengingatkan, sekarang tak bisa menggunakan satu verifikator. Harus lebih dari satu verifikator, misalnya NIK dan foto wajah, NIK dan data biometrik.(yip)
Sumber : https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/194/perdebatan-tiga-mazhab-utilisasi-data-kependudukan