Fire Safety Kewaspadaan Risiko Kebakaran di Perkantoran, Ditulis Oleh Elly Trisnawati

  • BY YOPIE
  • ON 29 NOVEMBER 2019
  • 27223 DIBACA
  • ARTIKEL
https://disdukcapil.pontianak.go.id/public/uploads/images/posts/mPosts_6520320330_safety.jpg

Perkantoran merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat karyawan/pekerjamelakukan kegiatan perkantoran baik di sebuah gedung bertingkat maupun tidak bertingkat. Setiap pekerja yang melakukan aktivitas kerjanya wajib mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, salah satunya adalah karyawan/pekerja di perkantoran, termasuk juga pengunjung yang mendapatkan pelayanan dari setiap jenis perkantoran. Sebagaimana yang diatur dalam “UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pasal 2 telah menetapkan jaminan dan persyaratan keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hokum Republik Indonesia.” Data status bekerja berdasarkan total angkatan kerja mencatat sebesar 34,24% masuk dalam kategori pekerja formal baik yang tersebar di pabrik maupun di perkantoran.

Berikut ini adalah beberapa alasan, mengapa K3 Perkantoran menjadi salah satu yang urgent untuk diterapkan : (1) Kantor adalah tempat kerja yang mempunyai potensi bahaya dan risiko; (2) Rata-rata lama terpapar per hari pekerja kantor adalah selama 8 jam; (3) Prevalensi cedera karena kelalaian karyawan cukup besar, yaitu 94,6% (Riskesdas, 2013). Hazard potensial yang memapar karyawan/pekerja kantor salah satunya adalah hazard keselamatan yang dapat menimbulkan risiko berupa kecelakaan kerja (terpeleset, terbentur, terjatuh, elektrik shock) serta risiko kebakaran. Risiko yang menyebabkan kerugian paling besar baik dari sisi internal kantor (karyawan, bangunan, sarana prasarana, peralatan kerja, dan lain lain) maupun dari sisi eksternal (pengunjung/konsumen yang menerima pelayanan publik) adalah risiko kebakaran, apalagi jika kejadian tersebut terjadi di gedung bertingkat.

 

Permenkes RI Nomor 48 Tahun 2016 tentang Standar K3 Perkantoran, pasal 12 menyebutkan bahwa salah satu standar keselamatan kerja adalah “kewaspadaan bencana perkantoran” yang diperjelas melalui pasal 14, bahwa kewaspadaan bencana perkantoran meliputi : (1) Manajemen tanggap darurat gedung; (2) Manajemen keselamatan dan kebakaran gedung; (3) Persyaratan dan tata cara evakuasi; (4) Penggunaan mekanik dan elektrik; dan (5) P3K.

Setiap perkantoran, terutama perkantoran dengan tipe gedung bertingkat harus memiliki program manajemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Selain upaya tersebut, manajemen aksesibilitas evakuasi juga menjadi hal penting untuk mempercepat proses evakuasi sehingga dapat meminimalisir jumlah korban. Contoh kejadian kebakaran di tempat kerja yang cukup banyak merenggut korban antara lain : Tahun 2012 di Karachi – Pakistan, sebanyak 289 orang meninggal akibat kebakaran di sebuah pabrik Garmen.

Di Indonesia, contoh kebakaran terjadi di salah satu hotel di Kota Jambi pada bulan April tahun 2018 yang disebabkan oleh korsleting di ruang sauna yang menimbulkan percikan api sehingga terjadi kebakaran besar. Pada bulan September tahun 2019, juga terjadi kebakaran di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Pandeglang. Kebakaran tersebut terjadi di lantai 2, yang diakibatkan oleh karena arus pendek atau korsleting listrik. Tentunya akan banyak kerugian yang diderita sebagai akibat adanya kebakaran baik dari aspek materiil maupun non materiil. Apa sebenarnya yang menjadi penyebab umum bencana kebakaran besar di tempat kerja? Terdapat 3 persyaratan dasar kebakaran bisa terjadi dan akan semakin membesar, yaitu : (1) Adanya bahan bakar atau bahan yang mudah terbakar; (2) Adanya sumber pemantik api; dan (3) Adanya oksigen di udara yang berfungsi mendukung pembakaran (ILO, 2018).

Kemampuan dalam mengelola dan mengurangi risiko terkait 3 hal tersebut di atas, akan menjadi langkah efektif dalam mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran yang lebih parah. Salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan mendeteksi adanya kebakaran dengan cepat dan kemampuan dalam mengendalikan kebakaran serta memadamkannya. Banyaknya korban yang meninggal dalam kejadian kebakaran, sebagian besar disebabkan oleh karena menghirup asap dan gas beracun, daripada akibat panasnya api. Penyebab utama kebakaran dapat berkembang menjadi bencana besar bagi manusia adalah karena ketidakmampuan orang-orang yang terjebak di dalam bangunan untuk keluar dari bangunan secara cepat dan aman.

ILO (2018) menyebutkan bahwa ketidakmampuan tersebut dipengaruhi oleh :

  • Rancangan bangunan yang kurang baik à minimnya penyedian jalur atau rute penyelamatan diri dari kebakaran dalam rancangan bangunan. Jalur atau rute penyelamatan menjadi item yang penting dalam hal ini. Kebanyakan jalur penyelamatan hanya ada di lantai dasar, apabila kebakaran terjadi di lantai dasar, maka karyawan/pekerja dan juga pengunjung akan terjebak oleh api yang menyala. Banyaknya jalur penyelamatan yang tidak seimbang dengan jumlah karyawan/pekerja serta pengunjung juga menjadi penyebab tidak maksimalnya upaya penyelamatan diri.
  • Tidak adanya sistem peringatan dini jika terjadi kebakaran à penggunaan detektor asap, detektor panas, atau detektor api yang terhubung dengan sistem alarm evakuasi independen yang bersuara cukup keras, sehingga semua pekerja/karyawan dan pengunjung dapat mendengar signal jika terjadi keadaan darurat.
  • Tidak adanya prosedur darurat àketidakberadaan prosedur darurat, tidak adanya pelatihan tentang prosedur darurat tersebut serta tidak adanya praktik rutin terhadap prosedur penanggulangan, dapat menjadi penyebab keterlambatan dalam evakuasi sebuah bangunan.

Penting kiranya awareness pimpinan di setiap tempat kerja untuk lebih fokus terhadap upaya-upaya penanggulangan kebakaran dengan senantiasa mendukung penerapan ”fire safety” di tempat kerja yang dipimpinnya.

Dalam konsep kewaspadaan bencana kebakaran di perkantoran dikenal istilah Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG), yaitu bagian dari manajemen gedung yang bertujuan mewujudkan keselamatan penghuni bangunan dari kebakaran dengan mengupayakan kesiapan instalasi proteksi kebakaran agar kinerjanya selalu baik dan siap pakai. Peralatan system perlindungan/pengamanan bangunan gedung dari kebakaran antara lain : (1) Alat Pemadam Api Ringan (APAR), alat yang ringan dan dapat dengan mudah digunakan oleh satu orang dalam upaya memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran; (2) Alat Pemadam Api Berat (APAB) yang menggunakan roda; (3) Sistem alarm kebakaran, merupakan alat untuk memberitahukan kebakaran tingkat awal yang mencakup alarm kebakaran manual dan/atau alarm kebakaran otomatis; (4) Hydrant halaman, yaitu hydrant yang berada di luar bangunan gedung; (5) Sistem sprinkler otomatis, yaitu instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara permanen untuk melindungi bangunan dari bahaya kebakaran yang akan bekerja secara otomatis memancarkan air, apabila alat tersebut terkena panas pada temperature tertentu; (6) Sistem pengendali asap, yaitu system alami atau mekanis yang berfungsi untuk mengeluarkan asap dari bangunan gedung sampai batas aman pada saat terjadi kebakaran.

APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Berikut adalah gambar yang menjelaskan tahapan penggunaan APAR :

Cara penggunaan APAR tersebut harus disosialisasikan kepada semua penghuni bangunan kantor.

TANGGA DARURAT dan PINTU DARURAT, berikut ini ketentuan terkait tangga darurat :

  1. Setiap bangunan gedung yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus mempunyai tangga darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak maksimum 45 meter (Apabila dalam gedung terdapat sprinkler, maka jarak maksimal bisa 67,5 meter).
  2. Tangga darurat harus dilengkapi dengan pintu tahan api dengan arah pembukaan ke tangga dan dapat menutup secara otomatis. Pintu dilengkapi dengan lampu dan tanda penunjuk KELUAR atau EXIT yang menyala saat listrik/PLN mati.
  3. Tangga darurat/penyelamatan yg berada di dalam bangunan harus dipisahkan dari ruang-ruang lain dengan pintu tahan api dan bebas asap, mudah diakses.
  4. Lebar tangga darurat/penyelamatan minimal 1,20 meter, tidak boleh menyempit di bagian bawah, tidak berbentuk melingkar dan dilengkapi dengan pegangan (hand rail) yang kuat. Lebar injakan anak tangga minimal 28 cm dan tinggi maksimal anak tangga 20 cm.
  5. Peletakan pintu keluar (exit) pada lantai dasar langsung kearah luar halaman.
  6. Pintu darurat juga diperuntukkan bagi bangunan atau gedung bertingkat. Setiap bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat minimal 2 buah. Lebar pintu darurat minimal 100 cm, membuka kearah tangga penyelamatan.
  7. Jarak maksimal pintu darurat dari setiap titik posisi orang dalam satu blok bangunan gedung adalah 25 meter.
  8. Pintu harus tahan api minimal selama 2 jam, dicat warna merah.

Terkait dengan evakuasi, perlu diperhatikan beberapa persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes No. 48 Tahun 2016 : (1) Rute evakuasi harus bebas dari barang barang yang dapat mengganggu kelancaran evakuasi dan mudah dicapai; (2) Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah yang aman sementara dari bahaya api, asap dan gas; (3) Koridor dan jalan keluar tidak boleh licin, bebas hambatan dan mempunyai lebar koridor minimum 1,2 meter dan untuk jalan keluar 2 meter; (4) Rute evakuasi harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber utama; (5) Arah menuju pintu keluar (EXIT) harus dipasang petunjuk yang jelas; (6) Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisanyang cukup lebar sekitar 70 cm.

Pada prinsipnya rute penyelamatan/evakuasi dari kebakaran harus membawa ke arah keluar dari bangunan dan menuju ke tempat yang aman atau biasa disebut dengan titik berkumpul. Jarak minimum titik berkumpul dari banguan gedung adalah 20 meter untuk melindungi pengguna dan pangunjung bangunan gedung dari keruntuhan atau bahaya lainnya. Titik berkumpul dapat berupa jalan atau ruang terbuka dan tidak menghalangi akses mobil pemadam kebakaran dan kendaraan tim medis.

Semua pekerja harus diberi instruksi dan pelatihan tentang prosedur penyelamatan diri dari kebakaran, karena prosedur ini harus menjadi unsur utama K3 dalam induction training pekerja. Dan secara rutin pekerja harus mengikuti pelatihan penyelamatan diri dari kebakaran. Hal ini akan berjalan sinergis jika manajemen tempat kerja, dalam hal ini manajemen di perkantoran juga aware terhadap pentingnya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di perkantoran. Sasaran edukasi tentang prosedur penyelamatan ini juga termasuk tamu/pengunjung/konsumen yang datang ke gedung kantor tersebut. Mereka wajib diberikan instruksi dan informasi yang jelas terkait sistem peringatan alarm kebakaran, rute evakuasi dan titik berkumpul saat kebakaran terjadi.

Informasi ini sebaiknya diberikan di atas kartu untuk tamu/pengunjung/konsumen dan bisa juga dipaparkan melalui pemutaran video di ruang tunggu serta pemasangan rute penyelamatan dalam bentuk poster dan lain-lain. Sekecil apapun risiko kebakaran di gedung-gedung tempat kita bekerja maupun yang kita singgahi di Kota ini, tidak ada salahnya kita harus tetap aware terhadap sekecil apapun risiko tersebut. Semakin kita memahami prosedur penyelamatan diri dan tentunya didukung dengan fasilitas keselamatan terhadap kebakaran, maka kesempatan untuk selamat akan menjadi lebih besar.

Safety First!!! utamakan keselamatan kerja dan tanamkan safety behavior di setiap aktivitas kita.

Penulis

Nama               : Elly Trisnawati

Lahir                : Madiun, 08 November 1980

Konsentrasi     : Ilmu Kesehatan Masyarakat (Epidemiologi – Kesehatan Kerja)

Aktivitas         : Dosen Fikes UM Pontianak

                          Kepala SR TBC Care ‘Aisyiyah Kalbar

                          Kepala Bidang Khusus TBC-HIV PengDa IAKMI Kalbar

Tags Terkait

Disdukcapil Provinsi Kalimantan Barat Wonderful Borneo Kalbar Kota Pontianak