Banyak pihak berpendapat bahwa data penduduk yang berkualitas menjadi salah satu penentu dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilu/pilkada yang berkualitas. Pandangan tersebut muncul karena sistem pendaftaran pemilih yang digunakan di Indonesia adalah civil registry system, dimana pendaftaran pemilih didasarkan pada data pencatatan sipil (penduduk). Permasalahan DPT dirasakan penting sejak pemilu 2004 yang untuk pertama kalinya menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka. Saat itu tingginya protes publik terhadap data pemilih, mulai dari tidak terdaftar, terdaftar pada Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang jauh dari rumahnya sementara ada TPS lain yang dekat rumahnya, hingga penulisan identitas diri yang keliru mulai penulisan nama, jenis kelamin, alamat tinggal dan usia. Puncaknya pada pemilu tahun 2009 dimana tingkat kepercayaan publik berada pada tingkat paling rendah terhadap daftar pemilih. DPR-RI sampai membentuk Pansus DPT Pemilu 2009 dan masa kerja KPU-RI periode tersebut diperpendek. Namun pada pemilu 2014 yang lalu, KPU-RI berhasil melakukan perbaikan signifikan DPT dengan perbaikan regulasi pendaftaran pemilih serta penggunaan sistem informasi data pemilih (SIDALIH). Keberhasilan tersebut tentunya juga berkat semakin baiknya kualitas data penduduk yang bersumber dari pemerintah (daerah) dan diserahkan ke KPU dalam bentuk Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4).
Mendata Pemilih Ulang Pilgub 2007
Riuhnya permasalahan DPT sejak pemilu 2004 berlanjut pada pelaksanaan pilkada 2005, 2006, 2007 dan 2008. Termasuk Kota Pontianak pada tahun 2007 melaksanakan Pilgub dan tahun 2008 melaksanakan Pilwako. Dengan carut marutnya DPT saat pemilu 2004, KPU Kota Pontianak dan Pemkot Pontianak (Dinas Dukcapil) bekerjasama untuk melakukan pendataan pemilih dari nol. Kebijakan tersebut dilakukan setelah mengevaluasi masalah DPT Pemilu 2004. Pendataan pemilih dari nol dilakukan berbasis RT, dimana setiap RT dilibatkan langsung untuk mendata warganya sebagai pemilih. Data hasil kerja pengurus RT diolah dengan komputerisasi melibatkan petugas entry yang berlatar belakang mahasiswa, menggunakan puluhan komputer selama satu bulan. Data hasil olahan tersebut dalam bentuk Daftar Pemilih Sementara (DPS) dikembalikan kepada Pengurus RT dan diumumkan untuk di cek kebenarannya. Dokumen DPS tersebut dikembalikan setelah diperiksa pengurus RT guna mengkonfirmasi data hasil olahan mulai dari penulisan identitas hingga memastikan sudah seluruh warga di setiap RT sudah terdaftar. Hasil dari pengecekan kembali tersebut dilakukan perbaikan dan ditetapkan sebagai DPT. Upaya tersebut menurunkan permasalahan DPT dengan indikator berkurangnya secara drastis laporan warga di Kota Pontianak yang namanya tidak terdaftar. Pada pelaksanaan Pilgub 2012 dan Pilwako 2013 permasalahan DPT semakin berkurang meski memang masih ditemui sejumlah permasalahan yang sama. Sinergisitas KPU Kota Pontianak dan Dinas Dukcapil Pemkot Pontianak sejak pilgub tahun 2007 hingga pemilu 2014 yang bahu membahu dalam menyajikan DPT yang berkualitas menjadi modal positif untuk semakin meningkatkan kualitas DPT untuk Pilkada serentak 2018.
Menuju Pilkada Serentak 2018
Pelaksanaan pilkada mulai tahun 2015 dilakukan secara serentak dengan melakukan pengelompokan pelaksanaan pilkada menjadi tiga gelombang, yaitu bulan Desember 2015, bulan Februari 2017 dan Juni 2018. Dengan regulasi tersebut Kota Pontianak untuk pertamakalinya akan melaksanakan pilwako tahun 2018 bersamaan dengan Pilgub. Hal tersebut menuntut DPT yang semakin baik, terlebih kondisi kini jauh lebih baik dari tahun sebelumnya dengan adanya sejumlah perbaikan yang dilakukan pemerintah dan KPU. Pemerintah telah melakukan pembenahan antara lain: membuat perubahan UU Administrasi Kependudukan, kelembagaan yang menangani data penduduk ditingkatnya menjadi Ditjen tersendiri, kebijakan SIN (Single Identity Number), dan KTP elektronik. Bila berkaca ke negara Malaysia, idealnya kita sudah dapat menyelesaikan program KTP elektronik yang dapat digunakan untuk daftar pemilih. Pemerintah Malaysia sejak 2001 sudah memulai KTP elektronik yang disebut dengan MyKad yang didalamnya memiliki sebuah microchip menyimpan sejumlah data termasuk biometrik, dilanjutkan tahun 2003 diterapkan kepada semua bayi yang baru lahir sebagai kartu identitas dengan nama MyKid. KPU sebagai pengguna data penduduk yang diolah menjadi data pemilih juga melakukan pembenahan antara lain : perbaikan regulasi pemutakhiran data pemilih dan penggunaan Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH) yang terbukti dapat meminimalisir permasalahan DPT pada pemilu 2014 dan pilkada 2015 lalu. Pada pilkada serentak tahun 2018, idealnya DPT tidak lagi ada masalah berarti, dimana 100% penduduk yang memenuhi syarat menjadi pemilih terdaftar semuanya dengan rapi, sesuai domisilinya serta TPS relatif dekat dengan rumah pemilih. Kondisi demikian menjadi keniscayaan apabila sejak kini dilakukan penyiapan secara bertahap, koordinasi secara berkala serta adanya early warning system data penduduk/pemilih oleh Dinas terkait serta KPU Kota Pontianak.
Terdapat tiga pertanyaan dalam konteks mewujudkan DPT yang 100% pemilih terdaftar antara lain:
1. Apakah sudah 100% penduduk di kota telah terdata dan 100% memiliki KTP elektronik?.
2. Adakah pendekatan efektif untuk mengakses penduduk masuk-keluar kota, meninggal serta berubah statusnya dalam kaitan hak pilih (menjadi TNI/Polri, pensiun dari TNI/Polri, dicabut hak pilihnya oleh pengadilan) ?.
3. Dapatkah data penduduk di kota termutakhirkan secara akurat per bulan yang dapat diakses publik secara mudah dan cepat?.
Tiga pertanyaan ini menjadi tantangan bagi seluruh Pemda (Pemkot) di Indonesia untuk melakukan inovasi pelayanan publik dalam administrasi kependudukan, termasuk di Kota Pontianak. Pelayanan administrasi kependudukan yang mudah, cepat, aman, akurat dan komprehensif kini menjadi dambaan masyarakat.
Dengan prestasi layanan publik terbaik di Indonesia tahun 2015 yang diterima oleh Pemkot Pontianak, dapat menjadi salah satu capaian lanjutan dalam peningkatan kualitas layanan publik di Kota Pontianak. Budaya kerja berprestasi dan berintegritas yang telah tumbuh serta kualitas SDM unggul pada jajaran birokrasi di Kota Pontianak memungkinkan hal tersebut tercapai, terlebih penerapan sistem administrasi yang berbasis teknologi informasi tengah dilakukan di Pemkot Pontianak. Tentunya diperlukan komitmen tinggi serta pendekatan dan proses kerja yang inovatif dengan tetap bersesuaian pada UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan serta peraturan turunannya. Mungkinkah Pemkot Pontianak menjadi daerah terbaik pelayanan administrasi kependudukan dalam dua tahun kedepan?.
Penulis
Viryan, S.E., M.M. , Komisioner KPU Provinsi Kalimantan Barat 2013-2018
Lahir di Jakarta, 04 September 1975, penggemar klub bola Barcelona ini aktif menulis sejak mahasiswa, menjadi dosen luar biasa Ekonomi Syariah di STAIN Pontianak sejak tahun 2001, dan berkarir di KPU mulai tahun 2003-2008 sebagai Anggota KPU Kota Pontianak dan tahun 2008-2013 sebagai Ketua KPU Kota Pontianak.
Catatan : tulisan ini sudah diposting pada laman web Disdukcapil yang lama pada tanggal 7 Maret 2016 dan sudah diakses sebanyak 977 kali