Pertambahan jumlah penduduk berpengaruh dengan perubahan iklim dan berpotensi terjadinya pemanasan global (global warming). Hal ini terjadi di daerah-daerah dingin seperti kutub utara dan kutub selatan terdapat bongkahan-bongkahan es yang sudah mencair. Es yang mencair menyebabkan naiknya tingkat permukaan laut global ancaman bagi keselamatan bumi. Naiknya suhu bumi di berbagai negara mengalami kenaikan antara 1,40C-5,90C. Global warming ancaman bagi mahluk hidup bumi dan akan berdampak pada terjadinya disaster seperti kekeringan, badai topan, El Nino, badai siklon tropis, banjir dan bencana lainnya yang berpengaruh kestabilan fungsi lingkungan sebagai sumber daya.
Lingkungan sebagai sumber daya mempertemukan berbagai kepentingan di dalamnya, antara lain kepentingan masyarakat, pengusaha, dan pemerintah. Benturan kepentingan antara berbagai pihak sering berakibat kondisi lingkungan harus menjadi korban. Pada akhirnya, kondisi lingkungan yang dikorbankan akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekitar. Pengelolaan lingkungan selain berusaha melakukan tindakan preventif, yakni mencegah meluasnya kerusakan lingkungan juga melakukan tindakan represif, yaitu bertindak secara nyata untuk menghadapi kondisi lingkungan yang terlanjur rusak. Kondisi lingkungan yang demikian jika dimungkinkan perlu diperbaiki agar dapat bermanfaat kembali bagi kesejahteraan masyarakat banyak.
Undang-undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merumuskan bahwa lingkungan merupakan kesatuan ruang yang semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Dalam definisi ini terlihat semakin jelas bahwa manusia memiliki andil yang besar di dalam mempengaruhi kebelangsungan dan dinamika lingkungan. Lingkungan meliputi keadaan baik yang disebut makhluk hidup maupun benda, termasuk pula keadaan-keadaan yang mempengaruhi keberadaan makhluk hidup dan benda. Keadaan-keadaan yang kemudian juga disebut hukum alam memang akan mengalami keadaan homeostasis (keseimbangan) apabila pengaruh manusia dalam batas kewajaran, namun apabila campur tangan manusia telah melampaui batas kemampuan salah satu atau lebih komponen lingkungan untuk memperbaiki dirinya, maka akan terjadi ketidakseimbangan atau ketidakharmonisan antara komponen lingkungan.
Jika dalam kedua definisi tersebut manusia ditempatkan sebagai salah satu komponen lingkungan, maka dalam definisi benkut ini lingkungan lebih dilihat sebagai sesuatu yang berada di luar diri manusia. Dahlan (1995:4) menegaskan bahwa lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar kita. Lingkungan dikategorikannya menjadi tiga, yaitu:
- Lingkungan fisik seperti tanah, air, udara, serta interaksi diantara unsur tersebut.
- Lingkungan biologis, termasuk di sini adalah semua organisme hidup baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun mikroorganisme.
- Lingkungan sosial, meliputi semua interaksi manusia dengan sesamanya.
Lingkungan fisik, lingkungan biologis, dan lingkungan sosial merupakan kesatuan sistem yang tidak dapat saling dipisahkan. Ketiga lingkungan tersebut berinteraksi satu sama lain menurut hukum-hukum keseimbangan sistem lingkungan (hukum alam). Hukum alam yang mengatur keseimbangan dapat mengalami perubahan menjadi tidak lagi sinergis apabila tekanan manusia terlalu besar terhadap lingkungan. Tekanan manusia terhadap lingkungan yang dimaksudkan di sini adalah beban hasil kegiatan manusia berupa limbah/sampah yang terlalu besar jumlahnya. Jumlah yang besar dari hasil aktivitas manusia dapat dideterminasikan melalui kemampuan lingkungan untuk mampu pulih atau tidak kemampuannya dalam melayani pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang.
Suparmoko (2000:1) menyebutkan tiga fungsi atau peranan lingkungan yang utama, yaitu:
- Sebagai sumber bahan mentah untuk diolah menjadi barang jadi atau untuk langsung dikonsumsi.
- Sebagai asimilator, yaitu sebagai pengolah limbah secara alami.
- Sebagai sumber kesenangan.
Lingkungan terdiri atas berbagai komponen yang meliputi berbagai sumber daya yang dapat bermanfaat bagi manusia. Salah satu komponen tersebut adalah bahan mentah atau sumber daya alam (natural resources). Bahan mentah tersebut ada yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan, misalnya bahan tambang. Bahan mentah juga ada yang dapat langsung dikonsumsi selain dapat diolah kembali, misalnya berbagai produksi pertanian.
Lingkungan akan berjalan dengan prinsip, tatanan, hukum seperti homeostasis (keseimbangan), kemampuan/kapasitas (resilience), kompetisi, toleransi, adaptasi, suksesi, evolusi, mutasi, hukum minimum, hukum entropi, dan sebagainya (Moh. Soeijam, dkk, 1987:3). Hukum alam merupakan salah satu hukum yang cenderung statis apabila faktor di luar hukum tersebut tidak berpengaruh terlalu besar. Apabila hutan tropis tidak ditebangi menurut ambisi ekonomi manusia, tentunya suhu bumi tidak akan terus meningkat, tidak akan terjadi bencana banjir, dan tidak akan terbentuk lahan fintis. Pada daerah pedesaan yang tekanan jumlah penduduk kecil sering masih dapat ditemukan udara yang segar, karena meskipun manusia menghasilkan limbah dalam aktifitasnya, namun pengolahan alam terhadap limbah tersebut masih dimungkinkan. Sebaliknya di daerah perkotaan yang padat tentunya akan sulit ditemukan udara pagi yang segar, karena limbah dan polutan yang dihasilkan lebih besar jumlahnya dibandingkan kemampuan alam untuk menetral isi keadaan tersebut.
Lingkungan juga menjadi sumber kesenangan, karena dapat dijadikan sebagai obyek pemuasan kebutuhan manusia. Tuntutan kebutuhan manusia dengan pemanfaatan sumberdaya alam cenderung tidak berpihak pada kelestarian lingkungan. Revolusi industry 4.0 menjadi tantangan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dimana industri 4.0 di sektor lingkungan keberpihakan kepada daya dukung lingkungan yaitu pembangunan berkelanjutan (sustainable development), keberlanjutan ekologis, pendidikan lingkungan, konservasi dan produk ramah lingkungan. Dengan demikian pertumbuhan penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat di suatu wilayah tidak melebihi dari daya dukung lingkungan dan keberpihakan kepada kelestarian lingkungan.
Dampak dan Permasalahan Pertumbuhan Penduduk
Masalah lingkungan yang utama menurut Emil Salim (Slamet Prawirohartono, 1991: 188) adalah ledakan penduduk dan perkembangan teknologi. Kedua masalah tersebut secara langsung berhubungan dengan manusia. Ledakan penduduk timbul karena manusia yang terus aktif bereproduksi, sedangkan perkembangan teknologi bersumber dari peningkatan kapasitas kemampuan berfikir dan pengembangan metode positif pada diri manusia. Oleh Sugeng Martopo (1995:1) berdasarkan pada pendapat Zen juga ditegaskan pendapat yang hampir senada, yaitu bahwa masalah lingkungan timbuh karena: dinamika penduduk, pemanfaatan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana, kurang terkendalinya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi maju, dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya positif, dan benturan tata ruang.
Pola kehidupan manusia memang mengalami suatu revolusi besar-besaran ketika dihadapkan pada kenyataan semakin meningkatnya populasi jumlah manusia dan juga perkembangan teknologi yang dapat digunakan untuk menunjang kehidupan. Pola hidup tersebut sebagian diantaranya ada yang kurang selaras dengan lingkungan alam sehingga menghasilkan krisis lingkungan. Perubahan pola kehidupan antara lain: meningkatnya jumlah penggunaan kendaraan bermotor yang membutuhkan bahan bakar minyak, meningkatnya penggunaan energi listrik akibat alat-alat yang perlu diaktifkan dengan tenaga tersebut; berubahnya pola makan dari teknik pengolahan tradisional menjadi menggunakan alat modem yang lebih hemat waktu; dan digunakannya traktor serta mesin dalam usaha pertanian. Perubahan pola yang diberikan tersebut hanyalah beberapa contoh. Krisis lingkungan turut dipengaruhi oleh perubahan pola dan gaya hidup tersebut.
Hari Kependudukan Dunia yang jatuh pada tanggal 11 Juli dan dengan populasi penduduk yang terus-menerus meningkat setiap tahunnya. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa jumlah penduduk dunia ditahun 2017 tercatat 7,6 miliar dan akan meningkat menjadi 8,6 milyar pada tahun 2030, 9,8 miliar pada tahun 2050. Data The Spectator Index di tahun 2018 dari 20 negara dengan penduduk terbanyak di urutan pertama yaitu China jumlah penduduk 1,4 milyar jiwa, India jumlah penduduk 1,33 miliar jiwa, Amerika Serikat jumlah penduduk 328 juta jiwa dan Indonesia memiliki populasi penduduk sebesar 265 juta jiwa dengan penduduk terbanyak nomor empat di dunia. Berdasarkan data Worldometers, Indonesia di tahun 2019 jumlah penduduk mencapai 269 juta jiwa atau 3,49% dari total populasi dunia.
Sumber: BPS 2019
Peningkatan populasi tersebut membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pemenuhan kebutuhan hidup, mulai dari pangan, sandang, papan, maupun kebutuhan integratif lainnya. Meningkatnya populasi manusia secara langsung berhubungan dengan terpenuhinya kebutuhan hidup yang hampir seluruhnya memanfaatkan sumber daya alam. Kebutuhan pangan yang meningkat berusaha dipenuhi dengan modernisasi dan mekanisasi pertanian. Modernisasi pertanian memiliki aspek positif diantaranya dapat mencapai intensifikasi dan difersivikasi produksi, namun juga turut menyumbangkan aspek negatif seperti dampak penggunaan pestisida dan insektisida terhadap kualitas lingkungan. Peningkatan kebutuhan sandang juga secara tidak langsung memacu peningkatan produksi perkebunan kapas, Hal negatif yang dapat timbul dari meningkatkan kebutuhan sandang adalah efek limbah hasil produksi dari industri tekstil. Kebutuhan akan papan menuntut eksploitasi terhadap berbagai sumber daya alam, seperti kayu, pasir, batu, dan beberapa jenis barang tambang. Bekas daerah eksploitasi sering kali menjadi daerah yang tandus dan bahkan berubah menjadi lahan-lahan kritis. Pemenuhan kebutuhan integratif, seperti rekreasi alam juga sering menghasilkan efek negatif berupa rusaknya alam oleh ulah manusia yang jahil ataupun berambisi mengeruk kekayaan dari potensi alam yang ada.
Tekanan populasi penduduk yang lain adalah akibat distribusi penduduk yang tidak merata. Urbanisasi telah turut memperparah keadaan lingkungan perkotaan. Dalam Kongres Metropolis Sedunia (Herlianto, 1997: 5) dikemukakan 6 masalah pokok yang umumnya dihadapi oleh kota-kota besar dunia. Salah satu dari masalah yang disebutkan adalah lingkungan hidup dan kesehatan yang semakin menurun Bintarto (1983:47) juga menyebutkan bahwa salah satu masalah yang ditimbulkan akibat pemekaran kota adalah masalah sampah. Sampah dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia. Pemukiman kumuh (siam area) juga menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi oleh kota-kota besar sebagai pusat pemukiman penduduk kalangan bawah.
Faktor yang juga turut memunculkan krisis lingkungan adalah konsumsi berlebihan dan pola konsumsi yang boros. Konsumsi berlebihan menuntut sistem produksi memperbesar kapasitasnya yang berarti menambah jumlah zat buangan sisa hasil industri yang dihasilkan dan sisa hasil limbah plastik masusia yaitu sisa konsumsi berupa bahan pembungkus, khususnya sampah plastik turut menjadi permasalahan karena tidak dapat menjalani daur biologis. Berikut 5 negara penghasil sampah plastik terbesar di dunia, Indonesia berada diperingkat ke dua sebagai penyumbang sampah plastik.
Negara pengasil sampah plastik terbanyak. (Sumber:infographic.statista.com)
Masalah lingkungan yang lainnya adalah penurunan kualitas sumber air, kekeringan dan polusi udara. Mutu air semakin merosot karena pertambahan penduduk yang cepat sehingga limbah dari aktivitas penduduk dan industri turut mempercepat menurunnya kualitas sumber air yang ada dengan dialirkan atau dibuangnya limbah ke sungai ataupun laut lepas. Pada daerah tertentu, penebangan hutan dan aktivitas pertambangan juga turut mencemari sumber air, sehingga sumber air yang pada awalnya dimanfaatkan penduduk tidak dapat lagi dipergunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Pada daerah-daerah tertentu di Indonesia ketika musim kemarau penyaluran air dari PDAM dihentikan, sehingga penduduk harus antri memperoleh sejumlah jatah air ataupun mengeluarkan sejumlah rupiah untuk membeli air. Keadaan ini cukup untuk menunjukkan bahwa perubahan pada kualitas dan pemanfaatan air oleh manusia juga telah mengalami perubahan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap kualitas lingkungan perairan yang ada (masih dapat dimanfaatkan).
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari hasil pemantauan kualitas air bahwa di tahun 2016 lokasi sample di 918 titik pada 122 sungai di Indonesia, 68% kondisi air sungai di Indonesia dalam kategori cemar berat. Mengacu pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa dampak negatif pencemaran air memerlukan nilai (biaya) untuk pemulihan kualitas lingkungan baik sisi ekonomui, ekologik dan sosial budaya. Untuk masalah lingkungan lainnya yaitu kekeringan, data tahun 2018 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahwa sekitar 105 kabupaten/kota kabupaten/kota di 8 provinsi yaitu di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur mengalami kekeringan. Dengan kekeringan tersebut 3,9 juta jiwa membutuhkan air bersih, kekeringan 56.334 hektar lahan pertanian dan mengalami gagal panen sekitar 18.516 hektar lahan pertanian.
Meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatnya sektor yang lain yaitu industry dan transportasi sehingga mengalami pencemaran udara menurunkan kualitas lingkungan. Data Environment Protection Agency pada 2017, jenis gas pemicu pemanasan global adalah karbon dioksida (76%), methane (16%), nitrous oxide (6%) dan f-gases (2%). Sektor penghasil gas rumah kaca yaitu kelistrikan dan industri penghasil panas (25%), pertanian, kehutanan dan perubahan lahan (24%), industri (21%), transportasi (14%), perumahan dan gedung (6%), dan sektor energi lainnya (10%). Untuk kualitas polusi udara, Indonesia data Situs aqicn.com yaitu berada di urutan 17 dari 194 negara. Untuk mengetahui tingkat kualitas udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memasang stasiun Air Quality Monitoring System (AQMS) untuk menguji kualitas udara ambien di beberapa titik wilayah Indonesia. Kota Pontianak memiliki pengukuran kualitas udara yaitu 2 stasiun AQMS dalam kondisi aktif BMKG-PTN Jalan Raya Sei Nipah KM 20.5 dan KLHK-Pontianak Kecamatan Pontianak Tenggara. Alat kualitas penguji udara ambien sangat penting untuk wilayah Kota Pontianak mengingat pencemaran udara di Kota Pontianak sebagian besar disebabkan oleh pembukaan lahan yang dilakukan untuk pertanian baru, perumahan serta industri. Aktivitas tersebut berakibat munculnya titik panas (hotspot) yang menghasilkan kabut asap menyebabkan memburuknya kualitas udara. Data dari BMKG tahun 2018 Kalimantan Barat terpantau 331 hotspot dengan indeks standar pencemaran udara (ISPU) masuk pada level berbahaya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada Hari Lingkungan Hidup Se-Dunia tahun 2019 yang jatuh pada tanggal 5 Juni dengan tema yaitu Biru langitku, Hijau Bumiku menyampaikan bahwa berdasarkan data organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa polusi udara mengalami peningkatan yang berasal dari kendaraan bermotor, industri, pertanian dan pembakaran sampah, lahan tercatat setiap tahunnya 7 juta orang meninggal karena polusi udara. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka menekan dampak polusi udara menargetkan penanaman pohon seluas 207.000 hektar pada tahun 2019. Hal ini dilaksanakan agar kualitas lingkungan hidup dapat terjaga dan penduduk Indonesia dapat berperan aktif dalam pengelolaan lingkungan dengan menjaga dan terlibat dalam keberlanjutan kelestarian lingkungan hidup.
Kualitas lingkungan akan terpelihara dengan baik jika manusia mengelola daya dukung pada batas di antara minimum dan optimum. Pengelolaan daya dukung di bawah minimun merupakan kondisi di mana sumber daya tidak dipergunakan dengan baik, sedangkan apabila mendekati ataupun melampaui daya dukung maksimum akan timbul resiko bagi lingkungan, seperti terjadinya pencemaran.
Daya dukung suatu lingkungan akan berfungsi secara optimal apabila tidak menghadapi tekanan penduduk terhadap lingkungan atau dengan kata lain kepadatan penduduk seimbang dengan sumber daya yang tersedia pada lingkungan tersebut Keadaan tersebut memang jarang dapat ditemukan di negara-negara berkembang. Kenyataan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang secara umum adalah lingkungan perkotaan dihadapkan pada tekanan penduduk yang besar sementara di pedesaan sumber daya tidak difungsikan secara optimal.
Kesimpulan
Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup memang ada dua aliran yang berkembang. Aliran yang pertama melihat bahwa manusia memiliki keunggulan sehingga dapat memanfaatkan alam secara maksimal untuk memenuhi kebutuhannya. Aliran yang kedua melihat bahwa manusia sebenarnya merupakan bagian dari lingkungan, sehingga perlu berusaha hidup selaras dengan lingkungan. Aliran yang pertama memang menghasilkan manusia-manusia yang berprinsip ekonomis tinggi, tetapi mengabaikan keberlanjutan lingkungan. Berdasarkan pandangan pertama inilah eksplorasi alam secara sewenang-wenang terus berkembang. Aliran yang kedua yang diharapkan dapat tumbuh sebagai penyelaras guna terwujudnya idealisme pembangunan berwawasan lingkungan dan lingkungan sebagai sumber daya mempertemukan berbagai kepentingan di dalamnya, antara lain kepentingan keberlanjutan lingkungan untuk kebutuhan masyarakat.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat, 2017. Statistik Indonesia Tahun 2017. Jakarta Pusat: Badan Pusat Statistik
Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa Kota dan Permasalahan nya. Jakarta: Ghalis-Indonesia Moh.
Dahlan, Alwi, dkk. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Herlianto, 1997. Urbanisasi Pembangunan dan Kerusuhan Kota. Bandung:PT. Alumni
Martopo, Sugeng. 1992. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Yogyakarta:PPLH UGM
Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997
Slamet Prawirohartono, 1999. Sains Biologi, Bumi Aksara
Soerjani, dkk, 1987. Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press
Sunu, Pramudya, 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, Terbitan Pertama, PT. Gramedia Indonesia, Jakarta.
Suparmoko. 2000. Ekonomika Lingkungan. Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE
https://loop.co.id/articles/negara-penghasil-sampah-plastik/full
https://tirto.id/indo nesia-darurat-kekeringan-dan-krisis-air-bersih-cwtr.
Penulis
Ersa Tri Fitriasari. ST. M.S, seorang Aparatur Sipil Negara yang lahir di Singkawang 18 – 09 - 1976 ini mempunyai hobi menulis dan memasak. Ersa telah menyelesaikan pendidikan S2 Ilmu Sosial Universitas Tanjungpura Pontianak. Sekarang Ersa sedang Menyelesaikan Doktoral Ilmu Sosial (DIS) di Universitas Diponegoro Semarang.