Menggagas Kota Masa Depan Indonesia: Menuju Kota Pontianak yang Berkelanjutan dan Berdaya Saing, ditulis oleh Syamsul Akbar

  • BY YOPIE
  • ON 22 MEI 2018
  • 14806 DIBACA
  • ARTIKEL
https://disdukcapil.pontianak.go.id/public/uploads/images/posts/mPosts_8855402540_kota_masa_depan.jpg

Membaca judul artikel ini, mungkin sebagian besar pembaca akan mengernyitkan alis dan lantas berpendapat skeptis. Terlalu jauh menghayal, ibarat mimpi di siang bolong dan lantas melewati artikel ini. Hal itulah yang saya yakin serta merta terbersit di pikiran sebagian besar pembaca. Tapi sama besar juga keyakinan saya, ada sebagian kecil pembaca yang tergelitik rasa ingin tahunya dan optimis hal tersebut bisa diwujudkan dan lantas meneruskan membaca artikel ini.

Pembaca yang telah sampai membaca paragrap kedua artikel inilah, yang dengan pede saya kategorikan kelompok yang sebagian kecil lain itu. Sebetulnya saat memulai tulisan ini, jujur rasa skeptis tersebut hadir di dalam hati saya yang terdalam. Keraguan akan hal tersebut tak pelak berasal dari realita yang kerapkali ditemuai dalam perjalanan sebagai orang yang berkecimpung di dunia perencanaan tata ruang. Betapa seringkali konsep yang luarbiasa bagusnya hanya berakhir di atas meja, berdebu, terbentur oleh tembok “rumit” kebijakan dan berlikunya “birokrasi”.

Tapi, dengan itu semua, bukan berarti kita lantas begitu saja patah semangat, hilang pengharapan. Bukankah banyak hal yang fenomenal di dunia ini terjadi, berawal dari hal-hal yang dulunya dipandang skeptis dan dianggap mustahil untuk dilakukan?. Maka dari itu mari kita berhusnudzon judul di atas dapat terealisasi di kota-kota kita khususnya Kota Pontianak.

Lalu bagaimana konsep kota masa depan Indonesia yang digagas Pemerintah Pusat tersebut?. Tulisan ini akan memberikan sekelumit informasi mengenai rancangan awal Pedoman (Grand Design) Pembangunan Kota Baru, yang saat ini sedang dalam proses penyusunan oleh BAPPENAS. Grand Design inilah yang nantinya diharapkan dapat dipakai sebagai panduan bagi seluruh stakeholders di pusat dan daerah (Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Swasta dan Masyarakat) untuk melaksanakan Pembangunan Kota Baru atau Penataan Kota di Indonesia. Sehingga dapat menampilkan wajah baru kota masa depan di Indonesia.

LATAR BELAKANG

Munculnya gagasan “mendesain” kota masa depan Indonesia berawal dari Visi Presiden terpilih Joko Widodo yang kemudian dijabarkan di dalam RPJMN 2015 – 2019. Di dalam dokumen perencanaan jangka menengah tersebut telah disinergikan dan diakomodir Agenda Prioritas Nawa Cita dan program Quick Wins Kabinet Kerja Jokowi – JK.

Sasaran utama pembangunan perkotaan di dalam RPJMN 2015-2019 Buku I Prioritas Pembangunan Nasional adalah Pembangunan 10 kota baru publik yang mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan di luar Pulau Jawa – Bali yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Sebagai langkah lanjut presiden Jokowi memberikan arahan agar BAPPENAS merumuskan Kriteria Kota Masa Depan yang ramah terhadap publik dan lingkungan, yang akan menjadi pedoman bagi K/L dan Pemda-pemda yang akan melakukan pembangunan kota baru atau akan melakukan penataan kota. Arahan tersebut lantas ditindaklanjuti dengan menyusun kebijakan dan strategi nasional (grand design) pembangunan Kota Masa Depan untuk kemudian dilaksanakan secara lebih teknis oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah serta pihak – pihak yang terkait lainnya.

Tujuan dari grand design tersebut adalah Sebagai pedoman bagi Instansi Pusat dan Pemerintah Daerah dalam membangun dan mengembangkan Kota Baru serta sebagai referensi bagi stakeholders dalam pengembangan kota dan khususnya untuk Pembangunan Kota Baru atau Penataan Kota di Indonesia.

Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dengan adanya grand design tersebut adalah tercapainya kesamaan pemahaman dan persepsi terhadap Kriteria Kota Masa Depan yang Inklusif dan Konsep Pembangunan Kota Baru di Indonesia serta tersedianya dokumen/pedoman yang komprehensif dan praktis dalam Pembangunan Kota Baru atau Penataan Kota di Indonesia

Konsep Kota Masa Depan Indonesia

Pesatnya perkembangan kawasan kota-kota besar di Indonesia hingga saat ini ternyata masih belum diiringi oleh kebutuhan akan ruang untuk hunian dan aktivitas ekonomi yang baik. Seringkali masalah urbanisasi maupun pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali menjadi masalah klasik di setiap kota besar yang dalam mitosnya selalu menjanjikan kesejahteraan bagi masyarakatnya.

Problem lainnya adalah kepemilikan lahan dalam sistem agraria di Indonesia yang memberikan keleluasan bagi penduduk untuk memiliki lahan. Walaupun sebenarnya terdapat pembatasan kepemilikan lahan bagi private maksimal 2 hektar, akan tetapi sedah menjadi rahasia umum banyak sekali masyarakat dari golongan mampu memiliki lahan dengan status hak milik.

Disatu sisi sistem kepemilikan ini memberikan pengakuan akan hak private untuk memiliki tanah, akan tetapi disisi lain menjadi hambatan tersendiri di dalam implemntasi rencana tata ruang yang telah sedemikian rupa disusun di masing-masing daerah. Sering kali kita mendengar bahwa pembangunan terkendala karena permasalahan pembebasan lahan terbentur oleh ketidakinginan pemilik lahan melepaskan tanahnya.hal tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Mulai dari keinginan mendapatkan harga lebih tinggi dari pasaran hingga ketidakmauan melepas asset tanpa latar belakang apapun selain keengganan.

Sebenarnya untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah telah mengeluarkan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yng dijabarkan lebih lanjut ke dalam Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum yang kemudian diperbaharui melalu Peraturan Presiden No. 40 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum.

Akan tetapi dapat dilihat betapa tidak mudah dan berlikunya proses pengadaan tanah yang diatur dalam regulasi tersebut sehingga sering kali pihak daerah sebagai eksekutor rencana pembangunan “menyerah” dan memilih untuk menunda ataupun membatalkan rencana pembangunan yang telah dibuat.  Inilah yang akhirnya disinyalir memberikan dampak signifikan terhadap susahnya mengimplementasikan rencana tata ruang yang telah dibuat (baik itu RTRW, RDTR ataupun RTBL) sehingga proses pembentukan kota-kota di Indonesia “yang lebih tertata” ibarat jauh panggang dari api.

Terlepas dari permasalahan tersebut, dalam tataran konsep yang lebih makro, terdapat keinginan untuk memberikan treatment khusus terhadap tren perkembangan kota-kota di Indonesia khususnya untuk pembentukan wajah kota yang lebih modern. Ilustrasi di samping memperlihatkan bagaimana tren perkembangan kota di Indonesia akan stagnan. Kalaupun tumbuhkuantittasnya kurang signifikan  dan tidak berkonsep yang jelas (baca: kurang tertata dengan baik).

Kondisi tersebut tentunya akan membuat kota-kota kita akan semakin tertinggal dengan kota-kota maju di Negara-negara lain. Jakarta sebagai kota terbesar dan termaju di Indonesia apabila disandingkan dengan Kuala Lumpur dari sisi konsep penataan dan penyediaan transportasi publik harus diakui sangat jauh tertinggal. Belum lagi berbicara tentang aspek sosialnya, akan terpapar kondisi permaslaahn yang sangat kompleks di kota tersebut.

Menyikapi kondisi ini, pemerintah mengambil langkah untuk merumuskan sebuah pedoman untuk men-treatment kota-kota di Indonesia dengan menetapkan kriteria-kriteria serta ukuran-ukuran tertentu yang harus dicapai masing-maisng kota di masa depan. Harapannya dengan stimulasi tersebut arah perkembangan dan konsep penataan kota yang ada akan lebih terarah, terukur dan lebih jelas.

 

Secara garis besar kriteria kota masa depan Indonesia ini adalah:

  1. Kota Layak  Huni yang Aman dan Nyaman
  2. Kota Hijau yang Berketahan Iklim dan Bencana
  3. Kota Cerdas Berdaya Saing dan Berbasis Teknologi
  4. Identitas Perkotaan Indonesia Berbasis Karakter Fisik, Keunggulan Ekonomi, Budaya Lokal
  5. Keterkaitan dan Manfaat Antarkota dan Desa-kota dalam Sistem Perkotaan Nasional Berbasis Kewilayahan

Untuk mencapai kriteria tersebut, Pemerintah telah memiliki skema rencana jangka panjang dengan target di tahun 2045, bahwa seluruh indikator kota cerdas yang berdaya saiang dan berbasis teknologi dapat diwujudkan di seluruh kota di Indonesia.

Diawali dengan target pemenuhan standar pelayanan perkotaan di tahun 2025 dimana 100% indikator kotalayak huni terwujud di seluruh Indonesia. Selanjutnya langkah kedua dengan target di tahun 2035 adalah mewujudkan 100% indikator kota hijau di seluruh kota di Indonesia.

Dari rencana tersebut terlihat bahwa terdapat tiga kosep penataan kota di Indonesia yang akan dipakai sebagai acuan, yaitu konsep Kota Layak Huni (Livable city), konsep Kota Hijau (Green city) dan konsep Kota Cerdas (Smart city).

Untuk lebih memperdalam pemahaman tentang konsep-konsep pengembagan kota tersebut, berikut akan diulas lebih jauh.

1. Konsep Kota Layak Huni (Livable City)

Latar Belakang Munculnya Konsep Kota Layak Huni

Pengertian kota dan daerah perkotaan dapat dibedakan dalam dua pengertian yaitu kota untuk city dan daerah perkotaan untuk urban. Pengertian city diidentikkan dengan kota besar,sedangkan urban berupa suatu daerah, yang merupakan kota dan aktivitasnya. Keadaan geografi sebuah kota bukan hanya merupakan pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi fungsi dan bentuk fisiknya.

Perkembangan kota secara historis dipandang sebagai penyebab dan solusi untuk perbaikan sosial, ekonomi, politik dan budaya. Namun, dalam perkembangan kota mebuat perubahan lingkungan. Perubahan lingkungan dipengaruhi oleh tingkat dan jenis industrialisasi, kualitas perumahan, aksesibilitas untuk ruang hijau dan meningkatkan keprihatinan terhadap transportasi (McCarthy, 2002). Kerusakan lingkungan merupakan permasalah kota yang diakibatkan oleh perkembangan kota yang mempengaruhi urbanisasi secara besar-besaran di kota.

Bertambahnya jumlah penduduk yang terus meningkat membuat layanan kota akan semakin tidak efektif, kecuali kota dapat memberikan fasilitas layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat secara keseluruhan yang tinggal di kota. Kenyataannya sekarang ini banyak kota-kota di seluruh dunia yang masih belum dapat melayani masyarakat yang tinggal di dalamnya. Hal ini dikarenakan kota tidak dapat menyediakan fasilitas layanan infrastruktur untuk mewadahi aktivitas masyarakat sehari-hari di kota. Jadi banyak masyarakat kota yang tidak merasa nyaman lagi untuk tinggal dikota, karena kepadatan penduduk yang membuat ruang kota semakin sempit, kemacetan dan kerusakan  lingkungan.

Dari permasalah kota di atas, maka masyarakat kota membutuhkan kota yang layak huni untuk mereka atau disebut Livable City. Livable City menjadi kata kunci dalam perencanaan kota, karena dapat menyelesaikan berbagai masalah kota yang menganggu kenyamanan kota. Dengan cara menaikankan kualitas hidup yang masyarakat yang tinggal  di kota terkait dengan kemampuan mereka untuk mengakses infrastruktur (transportasi, komunikasi, air, dan sanitasi), makanan, udara bersih, perumahan yang terjangkau, lapangan kerja dan ruang dan taman hijau. Konsep Livable Citydigunakan dalam representasi sustainable city (Wheeler, 2004). Dalam konteks keberlanjutan adalah kemampuan untuk mempertahankan kualitas hidup yang dibutuhkan oleh masyarakat kota

Pengertian Livable City

Sekarang ini banyak masyarakat kota yang mengeluhkan ketidaknyamanan lingkungan tempat tinggal mereka. Ketidaknyamanan tersebut dapat ditemukan dalam permasalahan mulai dari masalah kemacetan, tidak terawatnya fasilitas umum dan masalah kebersihan lingkungan. Dalam kondisi seperti ini, setiap masyarakat mengiginkan sebuah kota yang nyaman dan memang layak untuk dihuni atau Livable City.

 

“A Livable City is a city where I can have a healthy life and where I have the chance for easy mobility – by foot, by bicycle, by publik transportation, and even by car where there is no other choice…The Livable City is a city for all people. That means that the Livable City should be attractive, worthwhile, safe for our children, for our older people, not only for the people who earn money there and then go and live outside in the suburbs and in the surrounding communities. For the children and elderly people it is especially important to have easy access to areas with green, where they have a place to play and meet each other, and talk with each other. The Livable City is a city for all. (D. Hahlweg, 1997)”

Kota layak huni atau Livable City adalah dimana masyarakat dapat hidup dengan nyaman dan tenang dalam suatu kota. Menurut Hahlweg (1997), kota yang layak huni adalah kota yang dapat menampung seluruh kegiatan masyarakat kota dan aman bagi seluruh masyarakat. Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk realisasinya.

Livable City adalah kota dimana ruang umum  yang merupakan pusat kehidupan sosial dan fokus keseluruh masyarakat (Salzano,1997).  Menurut Evan (2002), konsep Livable City digunakan untuk mewujudkan bahwa gagasan pembangunan sebagai peningkatan dalam kualitas hidup membutuhkan fisik maupun habitat sosial untuk realisasinya.

Konsep Livable City juga sangat berkaitan dengan lingkungan. Livable City harus berkesinambungan dengan sistem ekologi dan kenyamanan hidup bagi masyarakat kota. Pemulihan ekologi dapat memperbaiki lingkungan dalam Livable City dan sustainability.Livable Cityharus menciptakan dan menjaga lingkungan yang bersih.

Pengertian Livable City dari perspektif orang-orang adalah kota yang layak huni dimana masyarakat kota dapat mencari pekerjaan, melayani kebutuhan dasar termasuk air bersih dan sanitasi, memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak, hidup dalam komunitas yang aman dan lingkungan yang bersih. Dapat dikatakan bahwa Livable City merupakan gambaran sebuah lingkungan kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan untuk beraktifitas yang dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dll).

Prinsip Livable City

Dalam mewujudkan kota yang layak huni atau Livable City harus mempunyai prinsip-prinsip dasar. Prinsip dasr ini haru dimiliki oleh kota-kota yang inggin menjadikan kotanya sebagai kota layak huni dan nyaman bagi masyarakat kota. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dasar untuk mewujudkan Livable City:

 

Menurut Lennard (1997), prinsip dasar untuk Livable Cityadalah:

  1. Tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan (hunian yang layak, air bersih, listrik).
  2. Tersedianya berbagai fasilitas umum dan fasilitas sosial (transportasi publik, taman kota, fasilitas ibadah/kesehatan/ibadah).
  3. Tersedianya ruang dan tempat publik untuk bersosialisasi dan berinteraksi.
  4. Keamanan, Bebas dari rasa takut.
  5. Mendukung fungsi ekonomi, sosial dan budaya.
  6. Sanitasi lingkungan dan keindahan lingkungan fisik.

Menurut Douglass (2002), dalam Livable City dapat dikatakan bertumpu pada 4 (empat) pilar, yaitu:

  1. Meningkatkan sistem kesempatan hidup untuk kesejahteraan masyarakat.
  2. Penyediaan lapangan pekerjaan.
  3. Lingkungan yang aman dan bersih untuk kesehatan,  kesejahteraandan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
  4. Good governance.

 

Indikator Kota Layak Huni (Livable City) dalam Konsep Kota Masa Depan Indonesia

Pemerintah sedang merancang indikator livable city sebagai bagian integrasi konsep kota masa depan Indonesia yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

Secara garis besar komponen kota layak huni tersebut adalah urban slump up grading, sistem pengelolaan air bersih, sistem sanitasi, sampah dan transportasi.

Masing-masing komponen tersebut memiliki indikator penilaian pencapaiannya. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di atas.

 

2.     Konsep Kota Hijau (Green City)

Pengertian Kota Hijau

Kota yang Ramah Lingkungan dengan memanfaatkan secaraefektif dan efisien sumber daya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. (Diadaptasi dari www.unep.org/wed)

Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk menghemat energi, air dan makanan, serta mengurangi buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air.(Richard Register first coined the term “ecocity” in his 1987 book, Ecocity Berkeley: building cities for a healthy future)

Kota yang mengutamakan keseimbangan ekosistem hayati dengan lingkungan terbangun sehingga tercipta kenyamanan bagi penduduk kota yang tinggal didalamnya maupun bagipara pengunjung kota. (M. Yunus, S.Si, MT: Sustainable Cities Suatu Tantangan Pembangunan).

Kota yang dibangun dengan menjaga dan memupuk aset-aset kota-wilayah, seperti aset manusia dan warga yang terorganisasi, lingkungan terbangun, keunikan, dan kehidupan budaya, kreativitas dan intelektual, karunia sumber daya alam, serta lingkungan dan kualitas prasarana kota. (Nirwono Joga: Pembangunan Perkotaan dan Perubahan Iklim).

Dalam menghadapi tantangan pemanasan global dan perubahan iklim, pengembangan Kota Hijau memiliki banyak potensi inovatif bagi pimpinan daerah untuk memfasilitasi,bekerjasama dengan sektor swasta dan masyarakat, menyeimbangkan kondisi kesehatan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup, dalam mengembangkan Kota Hijau yang lebih cerdas, sehingga tercipta keseimbangan ekosistem hayati dan kenyamanan bagi penduduk yang tinggal di dalamnya. 

Kriteria Kota Hijau

Kota Hijau merupakan salah satu konsep pendekatan perencanaan kota yang berkelanjutan. Kota Hijau juga dikenal sebagai Kota Ekologis atau kota yang sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan kelestarian lingkungan. Dengan kota yang sehat dapat mewujudkan suatu kondisi kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan kota.

 

Konsep Kota Hijau ini sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang disampaikan Hill, Ebenezer Howard, Pattrick Geddes, Alexander, Lewis Mumford, dan Ian McHarg. Implikasi dari pendekatan-pendekatan yang disampaikan diatas adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak terbangun. Hal ini menekankan pada kebutuhan terhadap rencana pengembangan kota dan kota-kota baru yang memperhatikan kondisi ekologis lokal dan meminimalkan dampak merugikan dari pengembangan kota, selanjutnya juga memastikan pengembangan kota yang dengan sendirinya menciptakan aset alami lokal.

Kota dapat dimasukkan sebagai Kota Hijau, antara lain memiliki kriteria sebagai berikut:

  1. Pembangunan kota harus sesuai peraturan undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi kota waspada bencana), Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Undang Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan peraturan lainnya.
  2. Konsep Zero Waste (pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang).
  3. Konsep Zero Run-off (semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
  4. Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).
  5. Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
  6. Bangunan Hijau
  7. Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor - berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
  8. Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau).

3. Konsep Kota Cerdas (Smart City)

 Konsep Kota Cerdas atau smart city bukanlah sesuatu yang baru.Dalam konteks pemerintahan daerah sejak tahun 2011, Federasi Pembangunan Perkotaan Indonesia sudah menyelenggarakan kegiatan pemberian penghargaan berupa Smart City Award kepada pemerintahan daerah yang memenuhi indikator Kota Cerdas.Dalam tiga tahun berturut-tutut, Kota Surabaya memperoleh Smart City Award.

Gagasan smart city lahir dari perusahaan IBM. Sebelumnya berbagai nama sempat dibahas para ahli dunia dengan nama digital cityatausmart city. Intinya smart city menggunakan teknologi informasi untuk menjalankan roda kehidupan kota yang lebih efisien. Selanjutnya IBM memperkenalkan konsep kota cerdas untuk Indonesia. Pada konsep yang dikembangkan ini, IBM menawarkan solusi berbasis teknologi informasi untuk optimalisasi layanan publik, utamanya di bidang transportasi, energi dan utilitas, pemeliharaan kesehatan, pengelolaan air bersih, keselamatan umum, layanan pemerintah dan pendidikan. Konsep kota cerdas yang menggunakan enam indikator:smart living, environment, utility, economy, mobility and people.

Dengan konsep kota cerdas, pemerintahan daerah didorong untuk melakukan inovasi dan pembaharuan khususnya untuk pelayanan masyarakat yang berbasis teknologi informasi. Konsep ini yang kemudian diterapkan di beberapa kota cerdas unggulan seperti Copenhagen, Seoul, Amsterdam dan Barcelona. Point penting pada konsep kota cerdas –sebagaimana definisi menurut Wikipedia – yakni uses digital technologies to enhance performance and well being.

Cakupan teknologi digital yang dapat diterapkan untuk pengembangan Kota Cerdas sangat luas dan tidak dibatasi.Penerapan dan aplikasi dari teknologi tersebut juga sangat bervariasi dan dapat diterapkan di semua bidang selama tujuan akhirnya tersebut tercapai.

Smart City dirancang untuk meningkatkan kualiatas hidup orang-orang yang tinggal di kota. Dalam prosesnya indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur pencapaian sebuah kota cerdas adalah:

  •  smart living,
  • environment (lingkungan),
  • utility (ultilitas/prasarana),
  • economy (ekonomi),
  • mobility (mobilitas),
  • people (manusia, masyarakat). 

 Keenam konsep kota cerdas ini dapat dikembangkan berdasarkan kriteria dan karakteristik kebutuhan penduduk perkotaan, yang tidak sama antara kota yang satu dengan yang lainnya.

Membangun kota cerdas tentu membutuhkan prasarana penunjang seperti perangkat teknologi dan sistem informasi teknologi. Untuk mewujudkannya butuh energi yang tidak sedikit sementara sumber pasokan energi di Indonesia masih terseok-seok?Disamping itu yang perlu dipertimbangkan atas konsep pembangunan kota adalah seberapa jauh pemerintah, akademisi, dan masyarakat mengenali dan memahami masalah kotanya. Keberhasilan kota cerdas di kota Seoul, Singapura, Amsterdam, Copenhagen, Melbourne tidak terjadi serta merta. Kota – kota ini sebelumnya telah melalui fase pembangunan kota yang sangat matang.

Kota cerdas di beberapa negara tentu sudah matang dalam penanganan masalah banjir, kemacetan, ledakan penduduk, air bersih. Ada tahapan pembangunan yang jelas, kemudian diterjemahkan sebagai konsep pembangunan, sehingga tahapan pembangunan tata kota di negara maju berlangsung secara berkelanjutan.Kemapanan ini perlu dilanjutkan dalam sebuah sistem agar tidak berhenti pada periode tertentu saja, maka lahirlah konsep smart city/kota cerdas yang menjadi konsep besar dari Sustainable city.

Jangan dilupakan bahwa kesuksesan kota cerdas di negara lain adalah karena faktor budaya. Dan budaya dimulai dari hal paling sederhana, bagaimana berjalan, dimana membuang sampah, bagaimana menjaga fasilitas publik dan bagaimana hidup seimbang dengan lingkungan. Semua pemahaman tentang budaya tersebut sudah cukup membuat kota kita semakin cerdas, kota cerdas karena masyarakatnya juga cerdas, sederhana.

Selain itu, sedikitnya ada tiga faktor penilaian Kota Cerdas, yaitu cerdas ekonomi, cerdas sosial, dan cerdas lingkungan.

 

Kota dinilai cerdas secara ekonomi, apabila sebuah kota ditopang oleh perekonomian yang baik dengan memaksimalkan sumber daya atau potensi kota termasuk layanan Teknologi Informasi Komunikasi, tata kelola dan peran Sumber Daya Manusia yang baik.

Kota dinyatakan cerdas secara sosial, apabila masyarakat dalam sebuah kota memiliki keamanan, kemudahan dan kenyamanan dalam melakukan interaksi sosial dengan sesama masyarakat ataupun dengan pemerintah.

Terakhir, kota dinyatakan cerdas apabila warga kotanya memiliki tempat tinggal yang layak huni, sehat, hemat dalam penggunaan energi serta pengelolaan energi dengan dukungan layanan Teknologi Informasi Komunikasi, dan peran Sumber Daya Manusia yang baik.

Prospek Pontianak sebagai Wajah Kota Masa Depan Indonesia

Setelah membaca konsep kota masa depan yang didesain oleh Pemeirntah Pusat tersebut, tentunya pembaca akan bertanya bagaimana implementasinya di Kota Pontianak? Apakah bukan sesuatu yang mustahil konsep-konsep tersebut diterapkan di Kota Pontianak?. Sebagai seorang planner dan sekaligus birokrat yang berkecimpung langsung di dalam proses implementasi  konsep-konsep kota masa depan itu di Kota Pontianak, penulis dengan keyakinan besar berkesimpulan saat ini Kota Pontianak on the right track menuju ke sana.

Sejak tahun 2014 Kota Pontianak telah menetapkan visinya sebagai kota Perdagangan dan Jasa yang berwawasan lingkungan. Dengan visi tersebut telah sebagian besar konsep Kota Hijau dan Kota Layak Huni telah diadopsi dan terintegrasi di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Pontianak. Sehingga dapat kita rasakan bersama bagaimana Pontianak telah sedemikian berkembangan dan maju di dalam pembangunan infrastruktur dan utilitas perkotaan dengan berlandaskan prinsip-prinsip Kota Hijau dan Kota Layak Huni.

Bukti nyata premis tersebut adalah getol nya Pemerintah Kota Pontianak membangun taman-taman kota untuk mengejar porsi Ruang Terbuka Hijau sebagimana yang dipersyaratkan di UU Penataraan ruang sebesar 30%. Taman-taman yang dibangun tidak semata mengedepankan fungsi ruang terbuka hijau semata akan tetapi juga menyediakan fungsi pembelajaran, relaksasi dan olah raga. Saat ini warga Kota Pontianak dapat menikmati hal tersebut di Taman Digulis, Jogging Track Untan, Taman Alun Kapuas, Taman Akcaya, Taman Tugu Pancasila serta beberapa taman lain dengan skala yang lebih kecil.

Sedangkan sebagai implementasi konsep Kota Cerdas (Smart City), Kota Pontianak telah membangun Pontianak Interactive Center (Pontive Center), sebuah pusat layanan smart city yang terintegrasi. Di Pontive Center ini telah dikembangkan Sistem Surveillance Kota (CCTV), Layanan Pengaduan Terintegrasi dengan menggunakan Aplikasi GENCIL berbasis Smartphone, integrasi system informasi dan data base dari berbagai instansi serta pengelolaan media social resmi Pemeirntah Kota Pontianak sebagai corong informasi kepada masyarakat.

Smart City yang dikembangkan Pontianak berfokus kepada smart services, bagaimana menjadikan berbagai layanan publik yang ada menjadi lebih efektif, efisien, terbuka dan akuntabel dengan didukung pemanfaatan Teknologi Informasi. Hal ini tercermin dari berbagai layanan yang sudah online seperti layanan administrasi kependudukan di tiap kelurahan dan kecamatan menggunakan e-Pemerintahan, yang memungkinkan masyarakat mengaplikasi kebutuhan administasi dari rumah menggunakan internet; di sisi perencanaan pembangunan Kota Pontianak memiliki Sistem Informasi Perencanaan Pembangunan yang mendukung pelaksanaan Musrenbang secara online sehingga masyarakat dapat mengikuti dan mengerahui setiap usulan yang disepakati bersama; serta beberapa layanan publik lainnya yang sudah dapat dinikmati masyarakat secara online

Kondisi tersebut tak pelak merupakan bukti nyata bahwa Pontianak mempunyai prospek yang sangat cerah menjadi salah satu kota masa depan Indonesia. Faktor komitmen yang kuat untuk menjadikan Kota Pontianak seagai kota yang maju dari pimpinan tertinggi sebagai manajer kota lah yang menjadikan semua tersebut mungkin. Tanpa komitmen tinggi Walikota Pontianak mustahil hal tersbut dapat direalisasikan.

Faktor lain yang membuat penulis optimis adalah dukungan yang luar biasa dari Pemerintah Pusat melalui beberapa kementrian yang telah bersinergi di dalam Program Kota Baru Pontianak. Saat ini telah dan sedang direalisasikan beberapa proyek prestisius yang menjadi prioritas untuk menumbuhkan kembali identitas Kota Pontianak sebagai Kota Sungai, seperti penataan tepian sungai Kapuas dengan membangun waterfront yang akan membuka akses view menuju sungai Kapuas baik disisi Utara dan Selatan Sungai Kapuas. Bravo…!!

Pontianak, 11 Agustus 2017, ditulis oleh Syamsul Akbar, ST, M. Eng, M. Sc., Kabid Pelayanan Elektronika dan Telematika Dinas Perhubungan dan Kominfo Kota Pontianak

Sekilas tentang Penulis

Dilahirkan di Pontianak, Kalimantan Barat tahun 1977, menyelesaikan pendidikan S-1 Teknik Planologi tahun 2000 di Malang, mulai aktif sebagai PNS tahun 2002 pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Pontianak. Pada rentang tahun 2007-2009, berkesempatan menempuh pendidikan S-2 Perencanaan Kota dan Daerah di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta melalui beasiswa Puslitdiklatren BAPPENAS dan S-2 Urban Management and Development pada Erasmus University Rotterdam, Belanda dengan dukungan beasiswa StuNed-Nuffic Neso.

Sebelum menduduki jabatan sekarang sebagai Kepala Bidang Pelayanan Elektronik dan Telematika DInas Komunikasi dan Informatika, dia diserahi tugas sebagai Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Perumahan Kota Pontianak.

Hobi membaca dan berkebun ini saat ini bertanggung jawab menyediakan layanan internet di lingkungan Pemerintah Kota Pontianak, pengembangan infrasturktur telematika, pengembangan e-Government, Layanan Pengadaan Secara Elektronik, integrasi layanan publik dan kepemerintahan, layanan system komunikasi intra pemerintah Kota Pontianak, penyelenggaraan ekosistem teknologi informasi dan komunikasi mendukung Smart City serta membawahi Pusat Layanan Pengaduan /PonTive Center (Pontianak Interactive Center).

Catatan : tulisan ini sudah diposting pada laman web Disdukcapil yang lama pada tanggal 5 Oktober 2017 dan sudah diakses sebanyak 111 kali

Tags Terkait

Disdukcapil Provinsi Kalimantan Barat Wonderful Borneo Kalbar Kota Pontianak