Pemenuhan Hak - Hak Normatif Sebagai Upaya Perlindungan dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja, ditulis oleh Affan

  • BY YOPIE
  • ON 26 NOVEMBER 2018
  • 51616 DIBACA
  • ARTIKEL
https://disdukcapil.pontianak.go.id/public/uploads/images/posts/mPosts_8922594755_ketenagakerjaan.jpg

Dalam hubungan industrial, pekerja memiliki peran dan kedudukan yang strategis. Pekerja harus dilihat dan ditempatkan sebagai aset perusahaan dan bukan sebagai alat produksi. Dalam dimensi pekerja sebagai aset perusahaan pengusaha harus pandai dan cerdas merawat pekerjanya.

Apa yang harus dilkaukan pengusaha dalam merawat pekerja atau karyawannya? Jawabnya tidak lain adalah penuhi hak – har normative pekerja. Dengan memenuhi hak – hak normatif tersebut pengusaha atau biasa juga disebut pemberi kerja sebenarnya telah membei perlindungan atau proteksi terhadap pekerja.

Merujuk data Badan Pusat Statistik  (BPS)  Kota Pontianak, pada tahun 2017 di Kota Pontianak terdapat penduduk usia kerja sebanyak 467.680 jiwa, dengan angkatan kerja 297.834 jiwa dan pengangguran terbuka sebesar 27.889 jiwa. Angkatan Kerja adalah Penduduk usia 15 tahun keatas yang telah bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan. Dalam hubungannya dengan data angkatan kerja diatas, pemenuhan hak – hak normative pekerja oleh pengusaha di Kota Pontianak menjadi sangat penting dan strategis karena secara tidak langsung berdampak positif dalam rangka membantu meningkatkan kesejahteraan warga Kota Pontianak.

Dalam konteks pemenuhan hak – hak normatif pekerja oleh pengusaha dampaknya sangat signifikan terhadap terbentuknya hubungan industrial yang harmonis dan dinamis antara pengusaha dan pekerja. Pekerja merasa aman dan terlindungi dan semakin termotivasi untuk memberikan yang terbaik kepada perusahaan.

Pada sisi lain, hubungan kerja yang harmonis ini akan memberikan nilai tambah yang luar biasa besar bagi pengusaha atau perusahaan. Produktivitas perusahaan akan meningkat dan ini bermakna secara finansial keuntungan atau laba perusahaan akan meningkat.

APA SAJA HAK – HAK NORMATIF PEKERJA ?

Hak normatif pekerja adalah hak – hak pekerja yang lahir sebagai upaya memberi perlindungan terhadap pekerja yang harus dipenuhi oleh pengusaha yang diatur dalam Peraturan Perundang – undangan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama yang bersifat mengikat pekerja dan pengusaha.

Hak normatif ini dalam implementasinya menjadi instrumen proteksi  terhadap upaya exploitasi terhadap pekerja yang memiliki potensi untuk muncul dan berkembang dalam kondisi dimana para pihak kurang atau tidak memahami hak – hak normatif tersebut. Beberapa hak normatif yang harus dilaksanakan oleh pengusaha diantaranya adalah :

UPAH MINIMUM

Dalam Pasal 88 ayat (4) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuh hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum terdiri atas upah minimum Kabupaten / Kota dan Provinsi. Upah minimum hanya berlaku untuk pekerja / buruh yang bekerja di perusahaan dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Kebutuhan hidup layak yang dijadikan dasar penetapan upah minimum adalah standar kebutuhan seorang pekerja / buruh lajang untuk dapat hidup secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Upah minimum berlaku untuk semua jenis dan skala usaha. Adapun UMK Kota Pontianak tahun 2018 sebesar Rp. 2.145.000,- untuk seorang pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari satu tahun.

PESANGON

Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja karena sebab – sebab tertentu terhadap pekerja wajib diberikan pesangon oleh pengusaha, termasuk juga uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Selain uang pesangon, dalam hal pekerja memasuki usia pensiun dan pekerja tidak diikutkan oleh pengusaha dalam program pensiun, maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja uang pesangon sebesar 2 (Dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang – undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja / buruh meninggal dunia kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang  yang besar perhitungannya sama dengan perhitunganuang pesangon sebesar 2 (Dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang – Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

PERLINDUNGAN SOSIAL

Peraturan Presiden RI Nomor 109/Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial BPJS Ketenagakerjaan sebagai Penjabaran Undang – undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial / BPJS disebutkan bahwa Setiap Pekerja baik yang bekerja pada Penyelenggara Negara ( CPNS, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri, Pejabat Negara, Peserta Didik Polri dan Prajurit Siswa TNI ) dan bukan penyelenggara negara ( Usaha Besar, Menengah, Kecil dan Mikro ) wajib diikutkan dalam Program Jaminan Sosial berupa Jaminan Kecelakaan Kerja ( JKK ), Jaminan Kematian ( JK ), Jaminan Hari Tua ( JHT ) dan Jaminan Pensiun ( JP ). Disamping itu pekerja dan pemberi kerja juga wajib diikutkan dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.

THR KEAGAMAAN

THR Keagamaan termasuk salah satu hak normatif pekerja yang harus dibayarkan oleh pengusaha. THR Keagamaan ini merupakan upaya untuk membantu pekerja dalam merayakan Hari Besar Keagamaan bersama Keluarga, dimana dalam momen Hari Raya ini kebutuhan pembiayaan berbagai keperluan agak meningkat. Bedasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan ( Permenaker ) Nomor 6 tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja / Buruh di Perusahaan, pekerja / buruh yang memiliki masa kerja 12 ( dua belas ) bulan secara terus menerus atau lebih, berhak atas 1 ( satu ) bulan upah. Sedangkan pekerja / buruh yang memiliki masa kerja 1 ( satu ) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 ( dua belas ) bulan diberikan tunjangan secara proporsional. THR Keagamaan ini diberikan satu kali dalam satu tahun dan dibayarkan paling lama satu minggu sebelum hari raya keagamaan.

UPAH LEMBUR

Dalam Kepmenakertrans Nomor 102 tahun 2002 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur disebutkan bahwa Pekerja yang melebihi jam kerja ( 7 jam perhari 40 jam perminggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu dan 8 jam perhari 40 jam perminggu  untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu ) atau bekerja pada waktu istirahat mingguan atau bekerja pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah, upah kerja lemburnya wajib dibayarkan pengusaha.

WAKTU ISTIRAHAT  

Waktu istirahat juga termasuk hak normatif pekerja yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan pengusaha. Setiap pekerja yang telah bekerja minimal 4 (empat ) jam secara terus menerus, berhak untuk beristirahat setengah jam. Demikian juga untuk pekerja yang telah bekerja selama 12 ( dua belas ) bulan secara terus menerus berhak untuk cuti selama 12 ( dua belas) hari. Pada sisi lain, pekerja yang telah bekerja selama 6 ( enam ) tahun secara terus menerus berhak atas istirahat panjang selama 2 ( dua ) bulan. Demikian juga untuk pekerja perempuan yang melahirkan berhak atas waktu istirahat 3 ( tiga ) bulan, pekerja perempuan yang mengalami gugur kandungan berhak atas waktu istirahat selama 1,5 bulan sesuai dengan keterangan dokter kandungan. Termasuk juga pekerja perempuan yang mengalami sakit pada hari pertama dan hari kedua haidnya. Waktu istirahat ini termasuk juga waktu istirahat mingguan yang berlaku untuk semua pekerja.

SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH (SP) / (SB)

Bahwa pekerja / buruh dijamin haknya untuk berserikat dalam bentuk SP / SB. Undang – undang Nomor 21 tahun 2000 tentang SP / SB pada Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan Setiap Pekerja / Buruh berhak membentuk dan menjadi anggota SP / SB. SP / SB dibentuk oleh sekurang – kurangnya 10 orang pekerja / buruh.

MOGOK KERJA

Mogok kerja merupakan hak dasar pekerja / buruh dan SP / SB yang dilaksanakan secara sah, tertib dan damai, sebagai akibat gagalnya perundingan. Ada mekanisme yang harus dipenuhi sebelum mogok dilaksanakan, yaitu harus ada pemberitahuan tertulis kepada pengusaha atau instansi yang membidangi ketenagakerjaan. Pemberitahuan tersebut sudah harus disampaikan minimal 7 hari sebelum mogok dilaksanakan dengan memuat waktu dimulai dan berakhirnya mogok, tempat mogok, alasan – alasan dan sebab mengapa mogok dilaksanakan serta tanda tangan penanggung jawab mogok.

TIDAK MASUK KERJA / TIDAK MELAKUKAN PEKERJAAN UPAH HARUS TETAP DIBAYAR

Ada kondisi – kondisi dimana pekerja tidak bekerja atau hadir ditempat kerja tapi tidak melakukan pekerjaan pengusaha diwajibkan membayar upah kerja dengan ketentuan pekerja sakit, pekerja perempuan yang sakit di hari pertama dan kedua haidnya, pekerja menikah, menikahkan anaknya, mengkhitan anaknya, membaptis anaknya, suami / istri pekerja, orang tua, anak dan mertua pekerja meninggal dunia atau salah seorang anggota keluarga di rumah meninggal dunia.

Dalam hal pekerja tidak bekerja tapi tetap dibayarkan upahnya termasuk juga didalamnya adalah pekerja yang melaksanakan kewajiban terhadap negara, melaksanakan ibadah agama, melakukan aktivitas SP / SB dengan izin dan sepengetahuan pengusaha.

Disamping itu pekerja yag melaksanakan cuti tahunan, istirahat panjang, istirahat mingguan, istirahat melahirkan dan gugur kandungan harus tetap dibayarkan upahnya oleh pengusaha.

HAK-HAK NORMATIF SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN PEKERJA

Bahwa hak – hak normatif pekerja merupakan bagian dari perlindungan terhadap pekerja. Sebagai aset penting dalam proses produksi, pekerja memiliki peran strategis dalam sebuah jejaring industri baik barang maupun jasa. Sudah seharusnya posisi dan peran ini mendapatkan perlindungan yang maksimal melalui pemenuhan hak – hak dasar pekerja.

Pekerja yang terpenuhi hak – hak normatif nya akan bekerja maksimal memberikan yang terbaik  pada perusahaan tempatnya pekerja, dan ini dengan sendirinya akan berdampak positif pada produktivitas perusahaan.

Penulis

Affan, S.H., lahir di Pontianak 04 Juli 1968. Pernah bertugas di Kantor Koperasi dan UKM Kota Pontianak, Kasi Trantib Kel Benua Melayu Laut, Lurah Siantan Hulu, dan jabatan sekarang Kepala Bidang Tenaga Kerja Dinas Penanaman Modal Tenaga Kerja dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pontianak. Memiliki minat pada aktifitas Sosial dan literasi.

Tags Terkait

Disdukcapil Provinsi Kalimantan Barat Wonderful Borneo Kalbar Kota Pontianak