"Segala sesuatu akan berubah dan mengalami perubahan. Dan yang kekal adalah perubahan itu sendiri". Demikian bunyi "hukum perubahan" yang kita semua telah memakluminya. Perubahan tidak akan pernah berhenti kecuali pemilik perubahan (Allah SWT) memang menghendaki. Dalam dunia pemerintahan, perubahan atau transformasi dalam lingkup pelayanan publik sudah sering didengungkan oleh pemerintah, yang mana hasil akhir dari pelayanan dengan segala aspeknya dikembalikan ke masyarakat. Apakah masyarakat puas ataupun tidak puas adalah outcome dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam pelayanan publik. Sebagai sebuah proses peningkatan kualitas hidup manusia, permasalahan kependudukan adalah kebijakan yang harus ditata dan dikelola secara arif, tepat sasaran dan memberikan perubahan secara positif bagi kemanusiaan. Permasalahan kependudukan di Indonesia adalah kuantitas/pengendalian penduduk, peningkatan kualitas penduduk (kesehatan, pendidikan), penyebaran penduduk dan penyerapan tenaga kerja, pembangunan ketahanan keluarga, maupun penataan administrasi kependudukan. Seluruh komponen yang terkait dengan permasalahan kependudukan seperti pemerintah pusat dan pemerintah daerah, akademisi, pihak swasta, masyarakat maupun organisasi non pemerintah harus dapat duduk bersama dalam memecahkan permasalahan kependudukan untuk berubah ke arah yang lebih baik.
Memasuki tahun 2017 ini, pelaksanaan salah satu program besar berskala nasional pemerintah pusat untuk penataan administrasi kependudukan yaitu Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el)-- yang dimulai sejak tahun 2011-- dimana setiap individu penduduk harus dan wajib memiliki 1 buah Nomor Induk Kependudukan, masih berlangsung terus hingga sekarang. Terlepas dari banyaknya kendala, kekurangan, maupun persoalan yang dihadapi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pelaksanaan KTP-el, hal konkrit yang ditemukan adalah betapa mahalnya harga dari sebuah perubahan. Adalah tidak mudah untuk mengorganisir dan mengkomunikasikan secara masiv kepada setiap orang yang sudah berusia 17 tahun ke atas untuk mau beralih ke KTP-el, sedang sebelumnya mereka masih memiliki KTP berformat lama. Kesan pertama publik pastilah ini hanya masalah proyek pemerintah pusat saja (dan tidak salah jika kesan ini mengemuka). It begun from KTP. Betapa pentingnya sebuah kartu yang dapat menjelaskan dan menandakan identitas seorang penduduk. Walaupun masih menjadi pertanyaan penulis sampai sekarang adalah apakah anak-anak yang berusia 0 s/d 17 tahun atau status belum menikah tidak dapat disebut sebagai penduduk, jika yang dapat “menandakan” seorang penduduk adalah sebuah kartu dan hanya untuk yang berusia di atas 17 tahun dan sudah menikah.
KTP-el sebenarnya hanyalah sekedar alat namun yang paling penting adalah benar tidaknya data penduduk yang ada di KTP tersebut. Apapun bentuk fisik dari KTP tersebut, jikalau data yang ada di dalamnya adalah data sampah, KTP sampahlah yang keluar (Garbage In, Garbage Out). Sudah banyak contoh orang yang memanipulasi data KTP-nya untuk berbuat yang tidak benar. Pun juga sebaliknya, banyak juga pemanfaatan data di KTP untuk kepentingan yang tepat dan benar. KTP-el adalah sebuah pilihan dan (harusnya) sebuah perubahan (ke arah baik) jika menilik pada kepemilikan tunggal data seseorang. Sederhananya inilah konsep terarah untuk pembangunan berkelanjutan kependudukan yang bersinergis. Kenapa harus bersinergis?. Jawabannya adalah untuk mengurus permasalahan kependudukan yang tidak sederhana ini dan yang melibatkan banyak instansi pemerintah terkait, membutuhkan media penghubung yang menjembatani itu semua dan salah satunya adalah pemanfaatan data yang valid yang ada dalam KTP-elektronik.
Saya ingat (yang membaca tulisan inipun mungkin masih ingat), dulu pernah muncul di media massa khususnya pertelevisian (sekarangpun masih), ada iklan sebuah produk air mineral yang selalu tampil inovatif dan mengedukasi konsumennya melalui kalimat ataupun slogan-slogan kreatif dan melibatkan para bintang iklannya seperti artis, olahragawan ataupun wirausahawan muda. Beberapa potongan kalimat iklan tersebut (yang terdahulu dan sekarang) adalah hasil dari packaging pilihan cerdas dalam memilih kata-kata atau kalimat yang inovatif, bernuansa lugas, gampang dicerna dan mudah untuk diingat. “Sebuah pilihan, sebuah perubahan”, “Kurang minum menurunkan konsentrasi dan fokus”, “it’s in me”, yang semuanya adalah bagian dari kemasan iklan pemasaran produk air mineral tersebut. Pesan yang disampaikan yakni bahwa “sebuah pilihan yang benar dan tepat untuk dipilih, diyakini akan membawa perubahan” akan berdampak pada suasana psikologis di benak konsumen yang sudah mempercayai brand produk air mineral tersebut. Suasana yang bisa timbul adalah adanya situasi dialogis yang mempertegas bahwa jika memilih sesuatu hal dengan cerdas, maka sebuah perubahan hidup yang menuju ke arah kebaikan akan didapat (dalam hal ini kesehatan), baik secara individu dan kolegial.
Tidak mudah untuk membuat suatu perubahan menjadi ke arah lebih baik. Beragam inovasi cerdas yang diusung pun tidak akan menjadi bermakna jika tidak saling bersinergi. Mengemukanya slogan pemerintahan yang populer sekarang dan sering didengar adalah “one office, one innovation”, maka untuk permasalahan administrasi kependudukan (dan mungkin permasalahan kependudukan lainnya) packaging yang paling tepat adalah networked governance atau tata kelola berjejaring terhadap inovasi yang dikembangkan melalui konsep seperti kerja sama/kemitraan, mendukung kestabilan, berkelanjutan/berkesinambungan, dan manajemen risiko. Teknologi informasi yang digunakan hanyalah sebagai key enabler alias kunci pemungkin terhadap inovasi yang dibuat. Hal ini sudah dijalankan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dengan melakukan kerja sama terhadap Lembaga Pengguna.
BEBERAPA POIN PENTING
Dari segala perubahan yang pasti dan mungkin terjadi ke depan, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan terhadap penataan berjejaring dari inovasi dalam penataan administrasi kependudukan (baca : pemanfaatan data kependudukan).
What value can bring on, atau nilai apa yang sebenarnya dapat diraih. Jawabannya adalah sebuah tata kelola data kependudukan yang berkualitas. Kualitas data berhubungan erat dengan kelengkapan, keakuratan, konsistensi dan ketepatan waktu. Kelengkapan mengandung makna semua hal yang diperlukan/yang mungkin dikumpulkan untuk mendeskripsikan suatu entitas harus tersedia. Keakuratan mengandung makna sejauh mana data tersebut benar dan dapat diandalkan. Konsistensi mengacu pada aturan semantik tertentu yang mengacu pada teori relasional data. Contohnya dalam sebuah sistem informasi, pengeditan data adalah aturan khas semantik yang memungkinkan untuk pengecekan konsistensi. Ketepatan waktu mewakili aspek dari data yang termutakhirkan berdasarkan waktu. Sebuah data bernilai mutakhir jika sudah benar meskipun mungkin terjadi penyimpangan yang disebabkan oleh perubahan waktu yang akan mereduksi nilai data. Tidak ada gunanya registrasi, verifikasi, dan validasi jika data yang dibangun adalah data yang salah. Hmm..
Commitment to principles. Yah, berpegang teguh pada prinsip. Seberapa banyak perubahan, harus menganggap bahwa data penduduk dianggap sebagai aset dan diperlakukan sebagai sesuatu yang bernilai. That’s it. Tidak ada yang lain. Kalau tidak berpegang teguh pada prinsip ini, entah apa jadinya data yang sudah dibangun dengan susah payah itu.
Building strategy. Seperti sepakbola yang mengenal filosofi permainan dan menjelma menjadi prinsip/karakter permainan seperti tiki taka-Spanyol atau Barcelona, power and energy-nya Real Madrid, total football ala Belanda, catenaccio-nya Italia (dulu), kick and rush-nya Inggris/Britania Raya (yang ini dulu juga), maka selanjutnya adalah menerjemahkan prinsip ke strategi. Filosofi prinsip di atas tadi diterjemahkan dalam membangun strategi. Nah, strategi yang penting pada intinya adalah mendukung kestabilan, berkelanjutan, dan manajemen risiko.
Managing function atau mengelola fungsi. Strategi menciptakan fungsi. Fungsi yang pertama adalah fungsi kepemimpinan dan yang paling vital. Tidak masalah jika ada perubahan pimpinan, yang terpenting memahami value, prinsip, dan strategi dari penataan berjejaring walau dengan model kepemimpinan yang beragam. Fungsi yang kedua adanya standardisasi. Pada fungsi ini dijelaskan tentang taksonomi, model atau standard teknis yang dibangun/yang akan dikembangkan. Fungsi yang ketiga adalah fungsi organisasi. Isu yang paling penting bahwa organisasi harus mengetahui arah ketika meluncurkan inisiatif perubahan atau inovasi yaitu bagaimana merancang struktur organisasi berikut peran dan tanggung jawab dalam organisasi tersebut. Fungsi yang keempat, adalah kebijakan dan proses. Jika kebijakan adalah rangkaian tindakan yang telah disepakati bersama, maka proses adalah kumpulan prosedur yang dipengaruhi oleh sebuah kebijakan. Fungsi ini juga tak kalah penting karena tergantung dari seorang pemimpin (baca : kepemimpinan baik di pusat maupun daerah). Fungsi yang kelima adalah fungsi teknologi dan yang paling banyak membutuhkan anggaran. Fungsi ini dapat menjadi keuntungan dan dapat juga menjadi masalah jika tidak dikelola dengan baik. Sudah banyak contoh juga kan?. Fungsi yang keenam adalah fungsi kemitraan strategis. Kompleksitas permasalahan yang semakin meninggi dan tentu saja banyaknya kepentingan, membutuhkan sekali komitmen dan pemilihan titik kontrol strategis.
Hal terakhir setelah fungsi adalah perangkat pendukung. Banyak sekali yang bisa dimasukkan ke dalam sini. Seperti pendanaan/pembiayaan, mekanisme birokrasi, kapasitas dan kapabilitas sumberdaya manusia pengelola administrasi kependudukan, sistem insentif kepegawaian, karakteristik budaya masyarakat, perkembangan teknologi informasi, lahirnya generasi millennial, kondisi geografis wilayah, riset dan pengembangan, monitoring dan evaluasi, pelaporan, metode-metode komunikasi baru, adopsi dan pembelajaran, hak cipta, bahkan demokrasi (media sosial kreatif) dan geopolitik. Well, semakin banyak perangkat pendukung yang masuk, berarti semakin detil kita menganalisis permasalahan. Mudah-mudahan perubahan yang terjadi selalu dapat menambah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahnya. Toh, perubahan itu adalah bagian dari daya ungkit pembangunan untuk menambah cakrawala kebijakan dan keluasan berpikir, mengusung kesamaan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, dan mengangkat harkat kemanusiaan bahkan yang dianggap termarjinal sekalipun.
Pontianak, Kamis, 5 Januari 2017, 16.00 WIB, hari H+1 setelah pelantikan OPD baru.
Penulis
Yopie Indra Pribadi, S. Kom, M. Eng, Kasi Kerja Sama dan Inovasi Pelayanan, Disdukcapil Kota Pontianak.
Lahir di Pontianak, 18 Juli 1977, seorang penikmat sepakbola yang kagum pada filsuf sekaligus inovator dan inventor taktik sepakbola bernama Johan Cruyff, pernah menuntut ilmu Chief Information Officer di UGM, Yogyakarta. Memiliki minat pada membaca, IT policy, e-education, e-government, dan diskusi lintas budaya. Pengalaman di bidang pemerintahan diantaranya pernah bekerja di Kantor Infokom, Bagian Umum Sekda, BKD dan yang paling lama di Disdukcapil Kota Pontianak.
Catatan : tulisan ini sudah diposting pada laman web Disdukcapil yang lama pada tanggal 5 Januari 2017 dan sudah diakses sebanyak 321 kali